Pernyataan Teddy yang dimuat di berbagai media malah mengkonfirmasi 'kebusukan-kebusukan' di balik keeratan hubungan Menteri BUMN dengan RJ Lino, seperti yang sudah dilaporkan politisi PDIP Masinton Pasaribu ke KPK.
Bantahan Teddy, sebut Junisab, malah menguatkan bahwa Menteri Rini tidak mengerti mengenai peruntukan rumah dinas milik negara.
"Teddy menyatakan bahwa selama ini Menteri Rini tidak pernah tinggal di kediaman resmi di Jalan Widya Chandra IV Nomor 15 Jakarta. Rumah hanya dijadikan tempat aktivitas anggota Dharma Wanita kementerian dan Ikatan Istri Pimpinan BUMN dimana Rini sebagai pembina kedua organisasi tersebut. Apa dasarnya dia (Rini Soemarno) melakukan perubahan peruntukan rumah dinas?" tanya Junisab Akbar, Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (23/9).
Sementara itu, sebut Junisab, dalih Teddy yang menyebut ada 15 lukisan karya istri RJ Lino, Betty RJ Lino di kediaman rumah dinas Menteri BUMN semakin menguatkan kecurigaan publik betapa dekatnya hubungan antara Rini dan RJ Lino.
"Mengapa pula harus lukisan istri RJ Lino di tempatkan di rumah Menteri? Kalau menjadi tempat kegiatan bersama, mengapa tidak ornamen-ornamen hiasan lainnya yang berasal dari urunan para istri Dirut BUMN yang dipajang di sana? Cara urunan saja salah, apalagi pemberian salah satu istri Dirut BUMN. Ini tentu ada sesuatu antara RJ Lino dengan Rini sehingga istri-istri Dirut lainnya tidak memiliki peran yang sama," sambung Junisab.
Kalau alasannya untuk memperindah rumah dinas menteri, kata Junisab, istri RJ Lino tak perlu repot karena negara sudah menyiapkannya, termasuk jika harus membeli lukisan-lukisan untuk rumah dinas.
"Rumah yang menjadi jatah untuk digunakan Menteri BUMN serta seluruh barang dan perabot di dalamnya inventaris negara dan dikelola oleh Kementerian Sekretariat Negara. Jikapun yang menempatinya memiliki barang-barang lain, maka itu akan dicatat secara tersendiri," kata Junisab yang pernah duduk sebagai anggota Komisi III DPR RI.
Selain lukisan ternyata istri RJ Lino diakui Kementerian BUMN menempatkan satu set sofa pada bulan Maret 2015 dengan alasan ketika itu pengadaan sofa baru masih dalam proses lelang. Menurut Junisab, jawaban ini tidak lazim dan bertentangan dengan kaidah-kaidah umum. Apalagi kemudian terlihat bahwa pengadaan sofa tersebut tertera dalam dokumen surat nota dinas nomor: KU.270/16/3/1/SD.PTP-15 tanggal 16 Maret 2015 yang ditandatangani oleh Dawud sebagai Asman.ADM.Umum dan Rumah Tangga. Daud mengajukan usulan pengadaan barang rumah dinas Menteri BUMN atas arahan dari Dirut Pelindo II.
Kemudian Kementerian BUMN menyatakan beberapa pekan secara bertahap rumah dinas itu dipenuhi furniturnya maka sofa dan peralatan lainnya akan dikembalikan kepada Pelindo II mengingat statusnya sebagai barang inventaris Pelindo 2.
"Pernyataan ini juga sangat ganjil, sebab pengadaan sofa dalam dokumen itu bukan untuk inventarisir Pelindo II yang dipinjamkan atau ditempatkan ke Kementerian BUMN. Itu adalah pengadaan barang rumah dinas Menteri BUMN. Itu dipertegas dalam dokumen permohohan pembayaran uang muka yang ditandatangani Try Djuanaidy sebagai Manager Keuangan. Terlihat dari dokumen itu bahwa pemrosesannya sudah melalui Asman Anggaran dan Akuntansi," papar pria berdarah Sumatera Barat itu.
[dem]
BERITA TERKAIT: