"Kami akan lakukan gugatan clas action terhadap Gubernur DKI, jika larangan itu tetap diberlakukan," kata Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, Rabu (19/11).
Berdasarkan penjelasan pihak Pemprov DKI, dasar hukum yang melandasi larangan tersebut adalah UU No 22/2009, PP 32/2011, kemudian Perda No 1/2012 yang mengatur diatur tentang pembatasan kendaraan bermotor,serta Perda No 5/2011.
Menurut Edison, pihaknya akan menguji dasar hukum yang digunakan Pemprov DKI , pengadilan yang akan menentukan. Kalau nanti terbukti bahwa Pemprov DKI belum memenuhi amanat UU, pengadilan akan membatalkan kebijakan tersebut.
Seharusnya, Pemprov DKI memahami tiga tujuan pokok yang wajib diwujudkan sesuai dengan amanat UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pertama, terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar (Kamseltibcar) dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Kedua, terwujudnya etika berlalu lintas sebagai budaya bangsa. Dan Ketiga terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Artinya, lanjut Edison, langkah awal pemerintah adalah mewujudkan tiga amanat UU No 22/ 2009 tersebut. "Apakah sudah terwujud pelayanan lalu lintas sesuai amanat UU, apakah pemerintah sudah bisa menjadikan tertib lalu lintas sebagai budaya bangsa, dan bagaimana penegakan hukum?" kata Edison.
Upaya itu yang seharusnya menjadi fokus pemerintah sebagai penyelenggara dan pembina lalu lintas dan angkutan jalan. Bukan justru sebaliknya, menjadikan pelayanan lalu lintas sebagai lahan bisnis untuk mengisi pundi-pundi kas Pemprov DKI. Dengan menerapkan sistim Electronic Road Pricing (ERP) di ruas jalan yang masih semraut.
Edison mengakui ada kewenangan yang diberikan UU kepada pemerintah untuk melakukan pengendalian pergerakan lalu lintas dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas lalu lintas . Tetapi, pemerintah sebagai penyelenggara dan pembina lalu lintas dan angkutan jalan harus lebih dulu melaksanakan kewajiban. "Kalau hanya melarang, siapa saja bisa, tidak perlu harus Gubernur," ujarnya.
Sebelumnya, ITW sudah meminta agar Pemprov DKI lebih dulu menyiapkan infrastruktur sarana prasarana yang memadai sebelum melaksanakan kebijakan beruapa larangan. Karena, jauh sebelumnya ruas jalan Thamrin dan Merdeka Barat, sudah menjadi jalur utama bagi masyarakat untuk melaksanakan aktivitas, baik itu pengendara roda dua maupun roda empat.
"Tentu ada dampak dari larangan tersebut, nah itulah yang harus disiapkan pemprov DKI, bukan ngotot terus," kata Edison.
Menurutnya, Pemprov DKI harus menyiapkan parkir gratis di seputar kawasan yang dilarang untuk dilintasi sepeda motor. Bukan hanya menyiapkan bus gratis, lalu pemprov DKI merasa sudah melaksanakan kewajiban. "Memang warga bisa langsung dari rumah naik ke bus itu, kan tidak"" tandasnya.
[rus]