Pasalnya, 'keistimewaan' yang diperoleh Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) ini seolah merobohkan bangunan perjuangan Indonesia untuk bebas dari Korupsi.
"Apa pun alasan yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM berkaitan dengan pembebasan bersyarat Hartati, itu telah menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," tegas aktivis antikorupsi, Dahnil Anzar Simanjuntak (Senin, 8/9).
Dahnil curiga Menkum HAM Amir Syamsuddin sengaja memanfaatkan kekuasaan untuk membantu membebaskan Hartati menjelang pemerintahan SBY berakhir. Karena baik Amir, Hartati, dan SBY sama-sama elit Partai Demokrat.
"Pembebasan Hartati ini sekali lagi menjadi tragedi bagi usaha untuk memberikan efek jera dan hukuman yang berat bagi para koruptor," tegas Dahnil.
Menurutnya, tindakan Menteri Amir Syamsuddin itu bisa saja digugat oleh terpidana korupsi lainnya agar diberikan hak yang sama berkaitan dengan pengurangan hukuman dan pembebasan bersyarat.
"Jadi, Presiden saya kira perlu membatalkan pembebasan bersyarat tersebut untuk membuktikan bahwa SBY memang punya komitmen penuh terhadap pemberantasan korupsi sampai akhir aasa jabatannya, sekaligus menepis dugaan pembebasan bersyarat Hartati, karena kedekatan dia dengan penguasa yang sebentar lagi berakhir," demikian dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten ini.
Sebelumnya, Menteri Amir Syamsuddin menegaskan, pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati sudah sesuai dengan prosedur.
Hartati Murdaya mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur pada 12 September 2012. Baru pada 4 Februari 2013, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis dua tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan tiga bulan penjara terhadap Hartati.
Jika mendasarkan kepada putusan hakim ini, maka Hartati harusnya baru bisa bebas tahun 2015 nanti. Hartati justru mendapat vonis bebas bersyarat terhitung sejak 29 Agustus 2014 dari Rutan Pondok Bambu Jakarta.
[zul]