Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Puasa Ramadhan di Bumi Indonesia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Senin, 30 Juni 2014, 07:50 WIB
<i>Puasa Ramadhan di Bumi Indonesia</i>
WAHAI orang-orang yang beriman,
Taatlah kalian kepada Allah, kepada Rasul-Nya
dan kepada Pemerintah kalian…
(QS. An-Nisa: 59)
 
 Petang itu Kantor Kementerian Agama dipenuhi para undangan dan kuli tinta. Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan organisasi Islam lainnya memenuhi undangan Sang Menteri baru, Bapak Lukman Hakim Saifuddin. Mereka bersiap mengikuti Sidang Itsbat (penetapan) awal Ramadhan. Rupanya tradisi sidang itsbat ini telah berlangsung lama. Suasananya pun tak berubah dari tahun ke tahun. 

Saat Pemerintah menetapkan awal Ramadhan melalui sidang Itsbat, masyarakat muslim Indonesia serentak melaksanakan ibadah puasa Ramadhan esok harinya. Antusiasme masyarakat memulai puasa Ramadhan tidak menafikan perdebatan yang selalu muncul di pojok lain. Tema pokok perdebatan persoalan metode penentuan awal Ramadhan: pendekatan astronomi berbentuk angka-angka (hisab) atau ru’yatul hilal bil fi'li (melihat bulan dengan kasat mata).

Keduanya saat ini telah menggunakan teknologi. Nahdlatul Ulama misalnya, beberapa hari lalu melakukan ru'yatul hilal di 90 titik tersebar di seluruh Indonesia. Meskipun jauh-jauh hari PBNU memprediksi bahwa awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Minggu 29 Juni 2014. Sedangkan Muhammadiyah jauh-jauh hari telah menentukan awal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu, 28 Juni 2014.

Biarlah perdebatan itu terus berlangsung sebagai wujud keseriusan umat Islam Indonesia menjaga kualitas ibadah puasa Ramadhan. Terpenting sidang Itsbat Kementerian Agama itu juga terus berlangsung. Misi Sidang Itsbat Pemerintah itu untuk menetapkan awal Ramadhan yang mendasarkan kepada informasi peserta rapat dan data dari perangkat Kementerian Agama dan instansi lainnya yang membantu.

Lalu apa urgensi sidang Itsbat bagi masyarakat muslim Indonesia?

Urgensinya, pertama, Sidang Itsbat yang digelar Pemerintah itu simbol kedaulatan negara Republik Indonesia. Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim bukan bagian dari kesatuan hukum (al-baladul wahid) negara tertentu. Karena itu sidang Itsbat yang digelar Pemerintah adalah sikap tegas penolakan negara atas konsep konsep ru'yatul hilal internasional.

Sejak tahun 1954 melalui forum Muktamar Nahdlatul Ulama, para kiai melegitimasi Pemerintah agar independen dan tidak bergantung kepada keputusan negara tertentu. Di saat ideologi transnasional kembali marak pasca reformasi, pada 1999 para kiai kembali melegitimasi Pemerintah berdaulat dan tidak meratifikasi hukum negara-negara tertentu.

Kedua, sidang Itsbat Pemerintah itu upaya mewujudkan suasana ibadah yang kondusif, tanpa kegoncangan. Perbedaan pendapat itu perlu dipelihara untuk menjaga dinamika ilmu pengetahuan dan pendidikan masyarakat. Keputusan Sidang Itsbat Pemerintah itu akhir dari proses perdebatan para pakar astronomi (hisab) untuk menuju pelaksanaan ibadah yang tenang dan damai. Wallahu A’lam [***]

Penulis adalah Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA