Direktur Eksekutif Mengawal Indonesia Richard Buntario mengatakan mengacu pada Undang-undang Nomor 16/1985 Tentang Rumah Susun, pengelolaan rusun dilakukan oleh Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS).
"Undang-undang menyebut PPRS mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan dengan pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya," kata Richard dalam keterangan persnya (Rabu, 18/6).
Diungkapkannya, anggota PPRS adalah penghuni dan pemilik rumah susun. Namun, faktanya anggota PPRS didominasi perwakilan dari pihak pengembang sehingga kebijakan yang dibuat merupakan perpanjangan dari kebijakan pengembang.
Karena itulah, sambung Richard, PPRS yang semestinya merupakan organisasi nir laba berbalik arah menjadi pencari keuntungan.
"Kondisi seperti mengakibatkan penghuni rusun menjadi sapi perahan," tegasnya.
Penghuni rusun Bumimas Terogong, Jakarta Selatan, Sophia Kiesworo mencontohkan PPRS di lingkungan rusun miliknya bukanlah penghuni tetapi adalah salah satu pejabat salah pengembang yang membangun rusun yang kini dihuninya.
"Saya tahu persis Ketua PPRS di Rusun Bumimas adalah pejabat di PT Bumimas Megah Prima. Dia menjadi perpanjangan tangan pengembang yang tidak ingin mematuhi Undang-undang. Ini merupakan pelecehan terhadap Undang-undang," tegasnya.
Sophia mengungkapkan, karena PPRS tidak mewakili penghuni dan pemilik akibatnya kebijakan yang dibuat cenderung mewakili pengembang, yakni mengeruk untung.
"Satu contoh kebijakan yang menurut kami merugikan, PPRS seenaknya menetapkan tarif dasar listrik. Mereka mengklaim tarif itu berdasarkan peraturan menteri, namun setelah kami teliti ternyata dia melintir isi permen itu, TDL yang seharusnya Rp 800 dipatok jauh melebihi harga itu," ungkapnya.
Selain itu, Sophia menilai setiap kali ada rapat PPRS yang datang adalah penghuni gelap. "Rapat tahunan hari ini yang datang banyak yang tidak saya kenal. Bahkan ada yang teriak-teriak pas ditanya apakah dia penghuni? Dia menjawab baru dua minggu lagi resmi jadi penghuni. Ini kan aneh," tegasnya.
Dia mengaku tidak tahu apa keputusan dari rapat itu sebab seluruh penghuni yang legal melakukan aksi walkout.
"Saya pastikan rapat itu ilegal, karena pertama tidak kuorum, kedua undangan yang diberikan hanya ditujukan kepada pemilik padahal penghuni pun punya suara yang sama," jelasnya.
Kedepannya, jika sampai ada keputusan dari rapat itu dia bersama penghuni yang lain akan melakukan gugatan secara perdata. "Kami akan gugat hasil rapat itu. Ini rekayasa pengembang," tukasnya.
[dem]