Wakil Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DKI, Heriandi, menangkap keresahan warga Jakarta atas kenaikan nilai jual obyek pajak (NJOP) untuk tanah. Tak banyak warga tahu kenaikan NJOP atas tanah sebesar 140 hingga 200 persen.
"Kenaikannya besar dan drastis. Mereka tidak menyangka harga NJOP yang dikenakannya mendekati harga pasaran," kata Heriandi yang bernama asli Lim Yauw Thiam, kepada
Rakyat Merdeka Online, Rabu pagi (5/3).
Dia meminta Pemerintah Provinsi DKI harus memberikan kebijaksanaan terkait perhitungan NJOP yang dikenakan untuk warga jakarta.
"Karena, menaikan NJOP ke harga pasaran itu tidak serta merta berbanding riil dengan tingkat kemampuan ekonomi warga Jakarta," tegasnya.
Menurut dia, pemerintah Jakarta lupa bahwa harga pasaran tanah di Jakarta naik bukan karena apresiasi resmi dari kemampuan warga Jakarta dalam bertransaksi, tetapi ini akibat mekanisme pemodal dan spekulan investor tanah dan properti.
"Banyak warga Jakarta mempunyai rumah dan tanah hasil dari warisan orang tuanya, apakah Pemprov ingin warga tidak mampu melepas tanah warisannya ke mekanisme pasar yang dikuasai oleh pemodal-pemodal?" ujarnya.
PKB DKI Jakarta meminta Pemprov untuk bijaksana dan meninjau ulang perhitungan PBB 2014 ini dalam mengenjot pendapatan asli daerah.
"Naiknya bertahap saja. Biaya hidup makin besar saja jadinya," ucap Heriandi yang merupakan Caleg DPRD DKI Jakarta Dapil 3 (Jakarta Utara: Kecamatan: Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok).
Bulan lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meningkatkan nilai jual obyek pajak (NJOP) untuk tanah karena selama empat tahun tidak pernah ada kenaikan.
Padahal, faktanya adalah harga pasar sudah melonjak cukup signifikan. Ia menilai bahwa NJOP yang ideal haruslah mendekati harga pasar. Apabila NJOP tidak dinaikkan, maka berpotensi mengalami kerugian negara.
[ald]