"UU ini semangatnya dan cantelannya adalah pasal 33 UUD 1945, walau dalam UU itu kata 'dikuasai' itu menjadi sumir setelah reformasi ini, dan bukan berarti dikuasai oleh negara sepenuhnya," kata anggota Komisi VII dari Fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon, dalam diskusi "Apa Kabar Nasib Minerba Indonesia dan Perburuhan tahun 2014" di Senayan, Jakarta, Kamis (6/2).
Kenyataan dunia pertambangan bangsa Indonesia, kata dia, sungguh menyakitkan karena bangsa Indonesia tak sepenuhnya berkuasa akan tanah yang dikuasai perusahaan tambang asing semacam Freeport dan Newmont, bahkan penguasaan oleh negara tidak lebih dari 9 persen.
"Mereka asing mengaku punya etika tapi nyatanya tidak melaksanakan isi UU kita yang mengatur tambang nasional. Kalau kita betul nasionalis, maka lihat rujukannya ke mana," ujar dia.
Effendi tegaskan, dirinya tahu betul proses pembuatan UU Minerba begitu banyak tekanan yang datang ke Komisi VII. Karena begitu reformasi lahir, maka saat itu pula neoliberalisme berdiri lewat berbagai UU. Kata dia, semua beraroma neoliberalisme.
"UU ini tidak ada dosanya. Karena Anda tidak hitung berapa kerugian yang sudah terjadi selama ini," tegasnya.
Menurut dia, perusahaan tambang di Indonesia banyak bohongnya, dan intinya mereka tidak mau barang tambang dikelola di dalam negeri. Dia sesalkan aturan larangan ekspor tambang mentah dan pengenaan bea keluar konsentrat mendapat tentangan dua raksasa tambang, Freeport dan Newmont.
"Karena apa yang mereka kelola dalam kontrak, berbeda dengan apa yang dihasilkan. Sekarang penambang-penambang asing itu bilang akan melawan UU tersebut? Kalau saya jadi Hatta Rajasa atau SBY, saya akan katakan
go to hell," seru mantan calon gubernur Sumatera Utara ini.
[ysa]
BERITA TERKAIT: