Hal tersebut ditegaskan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Menurut pria yang akrab disapa Jokowi ini, selain adanya penolakan dari warga Tangerang, kondisi Cisadane yang akan menampung pun kondisinya ternyata masih sangat rawan, karena volume air dan lumpur sudah mencapai bibir sungai.
“Sepertinya memang tidak mungkin membuat sodetan Cisadane. Secara sosial, kondisi juga tidak mungkin. Yang saya mau jangan sampai sodetan malah bikin resah dan khawatir,†katanya.
Bekas Walikota Solo ini menuturkan, selain masalah teknis, ada dampak sosial yang jadi pertimbangan mengapa sodetan tersebut perlu kajian lebih lanjut. Dikatakan Jokowi, Pemprov DKI Jakarta maupun Banten tidak berwenang melakukan normalisasi. Tapi Kementerian Pekerjaan Umum (PU), dalam hal ini pemerintah pusat, yang lebih berwenang melakukan itu.
“Kami memang kemarin mengusulkan itu. Tapi setelah melihat lapangan, melihat Sungai Cisadane airnya saja sudah hampir ke bibir sungai, sehingga kalau ditambah lagi airnya saya kira berat,†ujar politisi PDIP ini.
Jokowi pun menegaskan, saat ini yang diperlukan Sungai Cisadane memang bukanlah sodetan, tetapi yang paling efektif yakni melakukan normalisasi. “Memang sebaiknya rencana normalisasi yang harus diutamakan di Sungai Cisadane. Harus secepatnya disampaikan ke Kemen PU,†imbuhnya.
Walikota Tangerang Arief Wismasnyah mengatakan, selain lumpur yang tinggi karena tidak pernah dikeruk puluhan tahun, kondisi tersebut juga diperparah oleh keadaan Bendungan Pasar Baru Irigasi Cisadane, atau yang sering disebut Pintu Air 10, Kota Tangerang.
"Dari 10 pintu, empat diantaranya rusak dan dua motor penutup pintu air lemah. Saat air bah datang, pintu air sulit mengendalikan debit yang akhirnya berdampak pada warga yang kebanjiran," terangnya.
Diungkapkan Arief, sungai-sungai maupun kali, sebaiknya memang dinormalisasi. Misalnya dengan membangun tanggul di dua sisi kali dan mengeruk pengendapan yang sudah parah, bukannya malah membuat sodetan.
Sedangkan Wakil Gubernur Banten Rano Karno menambahkan, sebagai wilayah provinsi yang menjadi bagian pemerintah pusat, pihaknya mendukung semua rencana yang dilakukan pemerintah pusat. Namun, dengan catatan, wilayahnya tidak mendapat imbas dari banjir di ibu kota.
Menurutnya, kalaupun nanti sodetan jadi direalisasikan Kemen PU, normalisasi sungai tetap menjadi prioritas. Kalau tidak, air di Sungai Cisadane tidak akan bisa menampung air. "Mengerjakan normalisasi ini butuh waktu. Kalau di wilayah Tangerang Selatan, kemudian masuk ke Tangerang kota mungkin butuh waktu 10 tahun. Jadi, normalisasi dulu, baru kita bicara sodetan. Normalisasi merupakan prioritas utama," tegas kader PDIP ini.
Pemprov Kejar Proyek 9 Waduk BaruMeski rencana sodetan Ciliwung-Cisadane dibatalkan, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengaku kini fokus membangun Waduk Ciawi dan Sukamahi. Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI juga berencana membangun sembilan waduk baru di Jakarta.
Untuk pembangunan Waduk Ciawi dan Sukamahi, Pemprov DKI bekerja sama dengan pemerintah pusat, yakni Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Proyek tersebut ditaksir akan menelan dana sekitar Rp 1,9 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pos anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang akan dibangun pada 2015. Saat ini, Pemprov DKI yang melakukan pembebasan lahan pembangunan dua waduk yang akan dimulai pada tahun ini dengan anggaran sekitar Rp 1,2 triliun.
Sementara untuk pembangunan sembilan waduk, secara penuh dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI. Proyek ini nanti akan digarap oleh Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Rencananya, pembangunannya dimulai Februari 2014.
“Rencana pembangunan dua waduk itu telah berlangsung lama. Pemprov DKI Jakarta tinggal membebaskan lahannya. Nanti Kementerian PU yang akan membangun waduknya. Diprediksi rampung pada 2018,†ungkap Jokowi.
Lokasi pembangunan sembilan waduk baru di Jakarta ini banyak terdapat di Jakarta Utara, Timur dan Barat. Meski begitu, Jokowi memastikan, normalisasi waduk yang sudah pernah dilakukan tetap rutin dikerjakan.
"Februari kami akan memulai pembangunannya. Tiga dulu yang dibangun, sisanya setelah yang tiga itu jalan. Ketiga waduk yang diprioritaskan pembangunannya adalah Rorotan (Jakarta Utara), Marunda (Jakarta Utara) dan Cengkareng (Jakarta Barat),†terangnya.
Menurut pria asal Solo ini, skenario pembangunan waduk dianggap paling efektif mengantisipasi banjir Jakarta. Konsep itu, katanya, mengacu pada hasil positif dari normalisasi Waduk Pluit dan Ria Rio yang berhasil mengurangi genangan di wilayah Pluit, Thamrin, Pulomas dan Cempaka Putih. “Pembangunan sembilan waduk ini di luar pembangunan dua waduk di hulu (Ciawi, Bogor dan Sukamahi, Depok)," tutur Jokowi.
Dia meyakini, dua waduk Ciawi dan Sukamahi serta kesembilan waduk baru tersebut sangat penting untuk mengurangi debit air, dari kawasan hulu yang kerap mengakibatkan banjir di Jakarta. “Dengan adanya waduk itu, aliran air dapat dibelokkan ke waduk dan dapat menjadi potensi sumber air baku di wilayah itu,†ucapnya.
Dijelaskan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU), Manggas Rudi Siahaan, pembebasan lahan akan dilakukan bertahap. Pembebasan lahan difokuskan pada tiga wilayah.
Dari data Dinas PU, kesembilan waduk baru itu adalah Rorotan, Nusa Kirana, Kamal, Pantai Indah Kapuk dan Pantai Indah Kapuk Selatan, Sunter, Halim, Cibubur dan Cengkareng. “Kami harapkan tiga prioritas yang utama bisa selesai pada 2016,†katanya.
Pembangunan sembilan waduk sebagai alternatif penanggulangan banjir Ibu Kota ini disampaikan pertama kali oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Bahkan, pria yang akrab disapa Ahok itu lebih meyakini pembangunan sembilan waduk ini lebih ampuh mengatasi banjir dibanding sodetan Ciliwung-Cisadane. ***