Saat Mawar Berduri ditangkap, warga di negeri itu mengeluarkan sumpah serapah, dan juga kata-kata tidak senonoh. Hampir semua warga mencaci dan memaki Mawar Berduri. Cacian bukan saja datang dari para pria, tapi juga dari kaum hawa. Mereka khawatir, karena rasa cemburu yang mendalam, suami-suami mereka akan terjebak rayuan Mawar Berduri.
Singkat cerita, Mawar Berduri di seret ke pengadilan, dan disidang secara terbuka. Dalam situasi dipermalukan, Mawar Berduri menutup mukanya dengan kerudung, memakai kacamata gelap, sambil menundukkan kepala menghadap hakim.
Kini, hadirin menunggu dengan rasa deg-degan kalimat apa yang akan muncul dari mulut hakim. Suasana hening. Tiba-tiba hakim bertanya.
"Siapa yang akan jadi saksi bahwa Mawar Berduri ini memang pelacur?"
Suasana semakin hening. Tak ada suara, apalagi dari bibir-bibir berbusa yang tadi sebelumnya melontarkan cacian dan makian. satu-satu per satu, pria yang hadir menarik langkah ke belakang, lalu menghilang. Akhirnya, ruang sidang hanya dihadiri kaum ibu, yang semakin menjadi-jadi mengeluarkan sumpah serapah, tapi enggak juga untuk menjadi saksi.
Karena tak ada yang mau bersaksi bahwa si Mawar Berduri adalah pelacur, si hakim akhirnya membebaskan dari segala tuntutan. Hakim sendiri berkesimpulan, bahwa semua pria di negeri itu pernah tidur dengan Mawar Berduri. Dan kalau semua pria dipanggil lagi, serta dipaksa menjadi saksi, maka bukan hanya keresahan dan kerusuan yang timbul, tapi juga memancing sebuah revolusi.
Bayangkan, dalam konteks lain, bila Bunda Putri hadir sebagai saksi dalam sidang soal sapi dan Hambalang. Benar-benar akan terjadi peristiwa yang dahsyat.
Itulah persoalan kita sekarang. Banyak orang dongkol pada keadaan sosial politik yang dihadapi. Mengeluarkan sumpah serapah atas kebejatan pejabat atau terhadap tokoh Bunda Putri sekalipun. Namun siapakah yang jantan tampil menjadi saksi.
Atau, jangan-jangan banyak yang telah kena getah nangka korupsi, sehingga mulutnya tersumbat untuk bicara korupsi? Jangan-jangan pernah tertusuk Mawar Berduri?
Memprihatinkan membayangkan hari depan bangsa kita, kalau sebagian besar dari kita tak sanggup lagi memegang obor penerang. Bahkan, sekedar menyalakan sepotong lilin pun tak percaya dir? Begitu massifkah kebobrokan di negeri ini? [***]
Penulis adalah Koordinator Gerakan Diskusi 77/78, juga mantan anggota DPR
BERITA TERKAIT: