Seniman musik yang tergabung Lembaga Musik Indonesia (LMI) yang dipimpin Didied Mahaswara mencium bau kultus individu yang mengabaikan peranan musisi lain yang hidup dan memberikan sumbangsih tak sedikit di masa kebangkitan dan awal kemerdekaan Indonesia.
Istilah Hari Musik Nasional pun, menurut Didied dalam keterangan yang diterima redaksi malam ini (Kamis, 27/6) terasa kurang tepat dan sebaiknya diganti dengan istilah Hari Musik Indonesia yang lebih memperlihatkan aspek nasionalisme dan keberagaman etnik.
Didied dan kawan-kawannya berencana menggelar Hari Musik tandingan pada 29 Juni nanti. Ia telah menyebarkan undangan ke sejumlah pejabat termasuk pimpinan MPR RI, DPR RI dan DPD RI.
Proklamasi Hari Musik Indonesia ini, sebutnya, untuk menghapus kekeliruan sejarah yang telah dilakukan pemerintah SBY yang telah mengeluarkan Keppres 10/2013 Tentang Hari Musik Nasional.
Penetapan Hari Musik Nasional versi SBY, masih kata Didied, tidak melibatkan para seniman musik tradisional yang selama ini bersusah payah mempertahankan eksistensi dan derajat jenis-jenis musik etnis tanah air secara nasional, regional, dan internasional. SBY hanya melibatkan kalangan industri rekaman dan artis musik pop.
Didied sudah lama memperjuangkan eksistensi Hari Musik Indonesia. Perjuangan itu dimulainya pada dekade 1980an ketika bersama Beni Panjaitan ia memprakarsai Hari Musik. Di tahun 2000 mereka membentuk panitia Hari Musik sekaligus menggagas perlunya Museum Musik Indonesia.
[dem]
BERITA TERKAIT: