"Kegiatan diikuti 70 orang, terdiri atas budayawan dan pemerhati budaya Sunda, mahasiswa, pelajar, guru kesenian, masyarakat pecinta budaya Sunda, pelaku usaha, dan insan pers," kata Ketua Panitia kegiatan, Bambang Ciras, di Bogor, Minggu (10/2).
Kata Bambang, kegiatan dengan tema "Merenahkeun Bogor dina Kabogorana, ti Bogor keur Bogor" ini digagas sebagai upaya mendorong terbangunnya tradisi "jurnalisme budaya", atau peliputan yang peduli mengangkat tema kearifan lokal dan budaya adiluhung Sunda.
Ia menjelaskan "padungdengan" berarti sambung rasa. Dalam hal ini, para peserta diajak berdikusi dan berbincang lepas seputar cita rasa budaya Sunda khas Bogor, dari Bogor untuk Bogor, dengan menggali dan membedah berbagai kearifan lokal kota yang menjadi Ibukota dan pusat pemerintahan zaman Kerajaan Pajajaran tersebut.
Dialog interaktif "padungdengan" dipandu oleh Ahmad Fahir, pegiat Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (Forkapi) Institut Pertanian Bogor (IPB) dan pencinta warisan kebudayaan Sunda.
Pada kesembatan itu Dasep Arifin alias "Abah Dasep" selaku kasepuhan Palataran Pakujajar Sipatahunan didapuk sebagai pembicara kunci dengan mengangkat tema "Filosofi dan Mitologi Tanaman Bambu dalam Konteks Sejarah Kebesaran dan Kejayaan Pajajaran". Pemateri berikutnya, yaitu "Guru Teupa" Kujang Pajajaran, Abah Wahyu, budayawan Sunda dan perajin senjata tradisional Kujang.
Abah Wahyu mengulas filsafat Kujang sebagai benda pusaka warisan Kerajaan Pajajaran yang harus diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
[ant/ysa]
BERITA TERKAIT: