Demikian disampaikan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 7/1).
"Sejauh yang kami pantau, kelonggaran demi kelonggaran itu, meski melanggar UU, tapi tidak diperlakukan untuk satu dua partai saja. Tapi, saya tidak mau mendahului lembaga pengadilan yang akan memeriksa bila ada gugatan," kata Jeirry.
Dia mengakui, persyaratan untuk parpol calon peserta pemilu bisa lolos verifikasi terlalu berat. Bahkan dia yakin, bila syarat-syarat itu diberlakukan secara ketat maka bisa jadi tidak ada parpol yang lolos, termasuk parpol-parpol yang lebih dulu bercokol di parlemen.
Banyak parpol mengeluhkan syarat kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota dan penyertaan 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik. Tapi, pada persyaratan tersebut KPU ternyata sudah memberikan banyak kelonggaran.
Parpol yang tidak lolos umumnya tak mampu memenuhi syarat kepengurusan di 75 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan seperti yang diamanatkan UU 8/2012 tentang Pemilu Legislatif (Pileg) dalam pasal 8 huruf c.
"Secara regulatif itu kesulitan utama persyaratan di pemilu legislatif. Tapi secara prosedural pelaksanaan banyak memberi kemudahan pada parpol. Ini salah satu yang menolong," jelasnya.
Sangat disayangkan, lanjutnya, secara faktual di lapangan persyaratan yang berat-berat itu menggugurkan banyak parpol baru yang potensial jadi penghuni di parlemen pusat karena mereka punya basis massa cukup kuat di daerah tertentu. Misalnya, Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) yang cukup baik performanya di provinsi Sulawesi Selatan. Atau, Partai Kebangkitan Nasional Ulama yang punya basis kuat di Jawa Timur dan Pulau Jawa. Sama halnya dengan Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru.
"Secara riil basis mereka bisa memberi sumbangan kursi yang cukup banyak di parlemen pusat. Di Jawa, jumlah kursi yang diperebutkan lebih banyak. Tapi karena tidak bisa penuhi syarat 75 persen kabupaten dan syarat keanggotaan, mereka gugur," kata Jeirry
Kemungkinan besar, cuma ada 10 parpol yang akan menjadi peserta pemilu 2014. Dari 10 parpol itu cuma satu yang baru yakni Partai Nasdem. Jeirry sendiri mengaku puas dengan fakta itu, meski nantinya jumlah itu akan menciut lagi akibat seleksi
parliamentary threshold menjadi lima parpol di parlemen.
Dia menilai, kalau tiap pemilu ada parpol baru di parlemen, maka akan ada nuansa baru di parlemen pusat, dan partai lama pun akan meningkatkan kinerja partainya. Jika tak terbuka kemungkinan masuknya partai baru di DPR, maka tak akan pembaruan di internal partai.
"Ngga masalah
deh walau cuma Nasdem karena faktanya Nasdem itu sangat bagus dari verifikasi faktual. Dia mampu melampaui performa partai di parlemen. Saya sebetulnya mengharapkan ada tiga parpol baru. Tapi problem kita cukup serius di persyaratan parpol," urainya.
Dia menyarankan, persyaratan yang tak masuk akal dan terlalu berat mesti dievaluasi. Menurut dia, idealnya di setiap pemilu ada banyak parpol baru sehingga nantinya peluang parpol baru masuk parlemen pusat lebih besar.
Karena itu dia menyarankan KPU harus benar-benar jujur mengungkap fakta yang terjadi dalam proses verifikasi, tak sekadar menyebutkan berapa parpol lolos dan tak lolos. KPU harus bisa memberi pelajaran yang baik soal realitas parpol sekarang dan catatan seperti itu bisa jadi masukan untuk penyempurnaan regulasi di pemilu akan datang.
"KPU punya data mengukur kadar kemampuan parpol kita. Data ini bisa dipakai menentukan persyaratan. Dari data itu juga kita bisa melihat kemampuan riil parpol memenuhi persyaratan tanpa diberi kemudahan-kemudahan," ungkap dia.
[ald]
BERITA TERKAIT: