"Kami menduga sejak awal kerjasama antara PT Djarum dan PT Hotel Indonesia Natour (PT HIN) dalam bentuk Build of Transfer (BOT), gedung BCA itu seharusnya tidak bisa berdiri di dalam kompleks Bundaran Hotel Indonesia," ujar Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Selasa (2/10).
Menurutnya, BCA tidak bisa mengelak dengan mudah, dengan hanya menggunakan alasan bahwa mereka sama sekali tidak terlibat dalam proses awal BOT. Selain karena BCA diduga menjadi sumber pendanaan BOT, BCA juga harus bisa menyebutkan tentang keberadaan gedung BCA itu diatur di dalam pasal berapa dalam MOU BOT.
Selain tidak diatur dalam MOU BOT, kata Iskandar, keberadaan gedung BCA tersebut menimbulkan beban pembayaran konpensasi yang belum dibayar kepada negara setidaknya sebesar 130.000 dolar AS, sebagaimana dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada penyerahan IHPS I Tahun 2012. Sehingga, keberadaan gedung kantor pusat BCA ini nantinya akan sangat berpotensi menjadi masalah besar dalam transfer aset di akhir perjanjian BOT.
"Tentu ini patut disayangkan sebab BCA yang mengklaim diri sebagai bank yang profesional tapi ternyata sangat senang menciptakan dan merawat sesuatu menjadi bom waktu masalah," katanya.
"Oleh karenanya, Komisi VI DPR RI harus segera menugaskan BPK melakukan audit investigatif atau seminimal-minimalnya dilakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) supaya masyarakat bisa mengetahui mengapa perilaku yang memalukan itu bisa dilakukan oleh Bank BCA," katanya lagi.
[dem]
BERITA TERKAIT: