Pengamat hukum tata negara Tjandra Putra melihat maraknya pejabat pemerintah daerah dijaring KPK menunjukkan adanya ekses desentralisasi otonomi daerah yang diikuti dengan desentralisasi tindakan yang bersifat koruptif, menyebar ke seluruh wilayah.
"Di era otonomi daerah, wewenang kepala daerah menjadi sangat penting. Menyebabkan kedekatan pribadi antara pebisnis dan kepala daerah menjadi faktor kunci dalam berinvestasi di daerah," kata Tajndra kepada media di Jakarta, Rabu (26/9).
"Di sinilah tantangan utama yang harus jadi sorotan, praktek pemerasan dan penyuapan hanya beda-beda tipis yang dapat mengkriminalkan pebisnis," tambahnya.
Ia mencontohakn kasus Buol di mana KPK menetapkan pengusaha nasional Siti Hartati Murdaya menjadi tersangka dengan tuduhan menyuap Bupati Amran Batalipu. Namun Hartati bersikeras pihaknya adalah korban pemerasan oleh Amran. Apalagi secara pribadi Hartati mengaku tidak tahu menahu soal penyerahan uang kepada Amran, karena semuanya dilakukan oleh anak buahnya tanpa sepengetahuan dirinya.
"Sebagian pihak mungkin akan berpendapat, yah sudah tidak usah berinvestasi di sana. Tetapi kan ternyata investasi Hartati di Buol sudah terjadi, namun kemudian mengalami berbagai gangguan. Bagaimana mau meninggalan investasi yang sudah ada? Gangguan itu kan dapat diciptakan untuk tujuan tertentu," tegas Tjandra.
Dikatakan, dari kasus-kasus hukum seperti kasus Buol itu terlihat bahwa oknum pejabat daerah memanfaatkan investasi untuk tujuan yang bersifat koruptif yang menyulitkan masyarakat, termasuk pelaku usaha.
"Ekses-ekses otonomi daerah seperti itu harus dibenahi, karena mengakibatkan tujuan dari otonomi daerah dapat tidak tercapai," tambahnya.
Lebih lanjut dikatakan, setelah 10 tahun lebih reformasi, pranata hukum yang ada perlu ditinjau kembali, disusun suatu grand design pembangunan nasional yang futuristik, menjangkau masa depan untuk membangun bangsa. Bukan memupuk kantong pribadi pejabat dalam 5 tahun berkuasa.
"Pemerintah perlu cermat, bekerja lebih keras, pemerintah pusat perlu menata ulang kewenangannya agar pemerintah tidak kehilangan legitimasi di daerah. Lucu juga seperti diberitakan dalam kasus Buol ini, terjadi kerusuhan di sana dan pabrik sempat berhentiberoperasi. Sejumlah uang damai diberikan agar situasi aman. Pebisnis seperti menjadi ladang untuk memperoleh uang. Jika memang harus membayar, di luar pajak, dibikin UU saja supaya jelas, dibuat peraturan yang memberikan kepastian dan kenyamanan," ujarnya.
Dengan fakta-fakta di lapangan seperti itu, ujar Tjandara, tidak heran bahwa angka Corruption Perception Index Indonesia hingga saat ini termasuk dalam salah satu negara yang laten korupsi, status darurat.
"Jika persoalan ini terus dibiarkan, tidak ada patron yang jelas, akuntabilitas dan transparansi yang rendah, maka kita menghadapi jurang kehancuran," tegasnya.
Dikatakan, salah satu inti tujuan akhir otonomi daerah adalah meningkatkan pelayanan publik yang semakin baik, cepat, efisien dan pasti, termasuk dalam hal ini adalah pelayanan hukum oleh pemerintah daerah.
"Apakah setelah lebih dari 10 tahun otonomi daerah hal ini terwujud?" tanyanya.
[dem]
BERITA TERKAIT: