Dengan fakta baru dari Antasari Azhar itu, kata anggota Tim Pengawas Skandal Centuri dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo, klaim Istana bahwa dia tidak tahu ihwal penyelamatan Bank Century gugur dengan sendirinya. Bahkan, anggapan bahwa Istana berusaha menutup-nutupi kasus tersebut mendapatkan pembenaran.
"Persoalan yang membelit Bank Century, ternyata pernah dibahas dalam sebuah rapat di Istana. Antasari hadir dalam rapat itu," kata Bambang kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Jumat, 10/8).
Dengan fakta baru ini, lanjut Bambang, KPK bisa melakukan lagi pendalaman kasus Bank Century, dengan cara memanggil dan memeriksa para peserta rapat di Istana itu. Bambang mengingatkan bahwa kerugian negara dalam kasus ini sangat besar, dan skandal ini terjadi akibat para pejabat terkait menyalahgunakan kewenangan mereka.
"Tanpa bermaksud melakukan intervensi hukum, Timwas DPR untuk Kasus Bank Century akan mendorong KPK menyusun agenda baru penyelidikan skandal ini. Sudah terlalu banyak kebohongan yang menyelimuti penanganan skandal ini, padahal rakyat terus menuntut agar megaskandal ini dituntaskan," tegas Bambang.
Bambang pun yakin penuturan Antasari melengkapi fakta-fakta mengenai kebohongan Istana. Dalam sebuah pidato pada 4 Maret 2010, sehari sesudah pengambilan keputusan Rapat Paripurna DPR tentang kasus bailout Bank Century, Istana menyatakan bahwa Presiden SBY tengah menghadiri KTT G20 di Amerika Serikat.
Dalam program Metro Realitas yang disiarkan
MetroTv (Kamis, 9/8), Antasari mengungkap fakta baru. Bertempat di ruang kerja Presiden, ungkap Antasari, menurutnya, SBY memimpin rapat untuk membahas skenario pencairan dana Rp 6,7 triliun untuk Bank Century. Saat itu, sebagai Ketua KPK, Oktober 2008, atau kurang dari setahun sebelum Pemilu 2009, Antasari diundang Presiden SBY ke Istana.
Selain Antasari, hadir dalam rapat itu Ketua BPK Anwar Nasution, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kepala BPKP Condro Irmantoro, Menko Polhukam Widodo AS, Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, serta Jurubicara Andi Mallarangeng dan Denny Indrayana.
[ysa]