Demikian pendapat mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, sebelum seminar politik "Disharmoni Hubungan Presiden dengan DPR" di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Rabu (18/7). Sebenarnya, kata JK, Presiden dan DPR di Indonesia tidak bisa saling menjatuhkan, tapi bisa bermusyawarah dengan baik. Lalu apa penyebab disharmoni DPR dan RI-1?
"Sekarang ini pemerintah dengan sadar membuat oposisi, dengan sadar, karena membentuk Setgab (Sekretariat Gabungan). Setgab itu partai pemerintah, di luar Setgab adalah oposisi. Jadi pemerintah dengan resmi membuat oposisi," ungkap JK.
Eks Ketua Umum Golkar itu mengisahkan caranya menangani parpol-parpol di DPR selama dia menjabat Wapres-nya SBY (2004-2009).
"Saya tidak bedakan partai apapun karena ini presidensil. Kalau ada masalah, yang pertama saya telepon bukan Golkar, bukan Demokrat, karena mereka pasti setuju. Yang pertama saya telepon adalah PDIP dan mereka bangga. Harmoni jadinya," ungkap JK.
"Sehingga Panda Nababan (politisi PDIP) sabar menghadapi fraksi Golkar dan Demokrat," tambahnya disambut tawa hadirin di acara.
Kembali dia ceritakan situasi pada saat pemerintah ingin menaikkan harga BBM 125 persen. Mengapa kebijakannya aman?
"Saya telepon Emir Moeis (tokoh PDIP). Cek saja ke Emir," ucapnya.
Kemudian JK membuka isi percakapannya "Kita mau naikkan BBM nih, tapi agak tinggi, tapi kalau tidak malah bahaya nantinya," kata JK. "Ah naikkan saja bos, tinggi-tinggi juga tidak apa-apa," demikian Emir seperti diceritakannya.
"Benar nih? Jadi PDIP tidak marah ya?" ujar JK ke Emir. "Ah tidak, tenang saja bos," demikian JK menirukan jaminan dari Emir, yang disambut tawa para hadirin.
Setelah mengamankan parpol non pemerintah, lanjut JK, barulah dia menghubungi parpol pemerintah untuk memastikan kebijakan pemerintah itu betul-betul aman.
[ald]