Kata Sindu, keputusan Banggar dilakukan melalui rapat terbuka dengan departemen-departemen untuk menentukan program-program apa saja yang akan dibiayai.
"Lalu bersama-sama menteri Keuangan mereka membahas. Lalu disetujui. Baru dituangkan dalam SK Menkeu (Menteri Keuangan)," cerita Sindu di Pengadilan Tipikor (Rabu, 14/12).
Sindu menjelaskan, kuasa pengguna anggaran DPPID yang akhirnya dialokasikan itu adalah para Bupati masing-masing daerah yang dipilih mendapatkan DPPID. Selanjutnya, Anggaran tersebut masuk dalam DIPA Kemenkeu, dalam hal ini Ditjen Perimbangan Keuangan. Sementara untuk pemilihan daerah-daerah mana saja yang layak mendapatkan DPPID itu mengacu pada data-data yang ada di daerah.
"Dan itu data yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun," terangnya.
Setelah itu, lanjut Sindu, daerah-daerah tersebut harus mengajukan data-data kepada Kemenakertrans. Kemennakertrans memiliki prefensi menentukan daerah yang akan dapat DPPID sesuai data yang ada pada mereka.
Mengenai peran Nyoman Suisnaya dalam pengusulan DPPID ini, lanjut Sindu, lebih kepada pengumpulan data-data terkait transmigrasi kemudian membuat kriteria. "Jadi kriteria itu sudah ditentukan oleh departemen teknis untuk menentukan dana yang dimaksud," tambahnya.
Apakah ada timbal balik kalau dana dicairkan? Tanya jaksa kepada Sindu. "Setahu saya tidak," timpal Sindu.
[dem]
BERITA TERKAIT: