Menurut pengamat politik, selain faktor figur Atut-Rano, kekalahan telak tersebut disebabkan oleh lemahnya komunikasi politik Wahidin. Analis politik dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Arman, mengatakan ada banyak variabel yang menyebabkan Wahidin kalah di Pilkada. Faktor utama terletak pada keunggulan figur Atut dibanding Wahidin.
Selain itu Atut memiliki instrumen-instrumen pendukung seperti jaringan masyarakat yang sudah terbina dan kapasitasnya sebagai incumbent. Apalagi ketika Atut berhasil menggandeng Rano. Pemilihan figur Rano sebagai wakil itu juga menjadi kekuatan untuk mendulang suara dan menekan kekalahan. Sementara, gigur Wahidin hanya bisa diterima di Kota Tangerang, sementara daerah lain tidak demikian.
"Meskipun Wahidin dipandang memiliki kapasitas sebagai Walikota, tapi bagaimana jangkauannya terhadap wilayah-wilayah lain di Banten? Berbicara mengenai pemilihan Gubernur tidak hanya satu Kota atau Kabupaten. Tapi paling tidak memiliki representatif setiap wilayah yang ada di Provinsi Banten,†ujar Arman lewat pernyataan pers, Rabu (2/11).
Selain itu, di mata Arman, Wahidin adalah sosok pemimpin yang kaku dalam melakukan negosiasi politik. Keluwesan dalam komunikasi politik terkait bagaimana kepiawaiannya dalam menguasai jaringan, melakukan mekanisme pendekatan terhadap basis-basis kekuatan, mengumpulkan simpul-simpul basis masyarakat, dan lebih toleran terhadap ormas-ormas yang ada.
Arman mengatakan bahwa kekakuan komunikasi dalam politik sah-sah saja selama itu berkaitan dengan sistem dan profesionalisme kerja. Tetapi dalam hal pendekatan terhadap komunitas, simpul basis, dan ormas, seorang pemimpin harus menunjukkan keluwesan.
"Wahidin memiliki kekakuan dalam hal mengelola komunikasi dengan masyarakat, tidak bisa melihat local wisdom, bagaimana lebih cair dengan kepentingan-kepentingan ormas. Seharusnya ini bisa dipelihara, tapi Wahidin gagal melakukannya. Itu berbeda sekali dengan Atut yang mewarisi ketokohan Bapaknya H Chasan, akrab dengan ormas-ormas dan kekuatan primordial yang ada†ujarnya.
Di kesempatan terpisah, peneliti dari Jaringan Suara Indonesia (JSI), Fajar S Tamin, menambahkan, faktor manajerial politik Wahidin sangat lemah sehingga ia tidak mendapatkan dukungan maksimal dari Partai Demokrat. Mesin Demokrat mulai dari tingkat atas hingga terbawah tidak berhasil digerakkan oleh Wahidin.
Bagi Fajar, Wahidin melakukan kesalahan besar ketika tidak memberdayakan Partai Demokrat secara maksimal, sebaliknya malah lebih percaya kepada Partai Nasdem. Sebab, Demokrat adalah satu-satunya jaringan yang paling potensial untuk memenangkan Wahidin. Selain sudah sangat populer di tengah masyarakat, Demokrat juga sudah memiliki jaringan di seluruh Banten.
Pasangan nomor urut 1, Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno, memenangi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten dengan meraih 49,64 persen suara sah. Pasangan nomor urut 2, Wahidin Halim dan Irna Narulita, di urutan kedua dengan perolehan 38,93 persen suara sah. Pasangan nomor urut 3, Jazuli Juwaini dan Makmun Muzakki, dengan perolehan 11,42 persen.
[ald]
BERITA TERKAIT: