Berdasarkan pantauan
Rakyat Merdeka Online, sampai berita ini dilaporkan, Jumat sore (29/4), Jon belum juga nongol di kantor lembaga superbody itu. Padahal semestinya ia diperiksa tim penyidik KPK pukul 10.00 WIB pagi tadi.
KPK rencananya akan mengorek informasi dan keterangan dari Jon dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Powertel untuk kasus dugaan korupsi kereta rel listrik (KRL) bekas hibah dari pemerintah Jepang. KPK akan menguliknya sebagai saksi bagi mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Soemino Eko Saputro yang sudah ditetapkan jadi tersangka.
PT Powertel merupakan perusahaan rekanan Dephub yang mengurus pengiriman 16 unit KRL bekas yang dihibahkan dari Jepang. Ongkos kirim KRL senilai Rp44,5 miliar, sementara KPK menaksir kerugian negara dari ongkos kirim tersebut mencapai Rp20 miliar.
Di halaman 44-46 buku "Gurita Cikeas", George Aditjondro menulis rinci soal korupsi KRL hibahan Jepang itu. Ia menulis kolaborasi Hatta Radjasa dan adik bungsu Ani Yudhoyono, Hartanto Edhie Wibowo menggunakan PT Power Telekomunikasi (Powertel) yang membuat bocornya uang negara itu.
Di Powertel, tulis Aditjondro, Hartanto, menjabat sebagai komisaris utama. Adapun adik kandung Hatta Rajasa, Achmad Hafisz Tohir, duduk sebagai salah seorang direktur.
Selain proyek pengiriman KRL hibah dari Jepang, masih menurut tulisan Aditjondro, Powertel mendapatkan proyek dari PT Kereta Api lainnya, antara lain, pembangunan jalur rel ganda rute Tanah Ahang-Serpong senilai Rp333 miliar, pengadaan jaringan serat optik di kawasan Jakarta, Bandung, dan Semarang, yang memanfaatkan jaringan rel kereta api.
Ada keanehan lain yang dicatat Aditjondro. Proyek-proyek tersebut ternyata dibiayai dengan utang dari World Bank sebesar 85 juta dolar Amerika, pemerintah Jepang sebesar 41 miliar yen dan dari pemerintah Cina sebesar 194,88 juta dolar Amerika.
[ald]