POLEMIK TAUFIK ISMAIL

Ada Racun Dalam Lirik Puisi Mutakhir Taufik Ismail

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-1'>TEGUH SANTOSA</a>
LAPORAN: TEGUH SANTOSA
  • Sabtu, 02 April 2011, 23:40 WIB
Ada Racun Dalam Lirik Puisi Mutakhir Taufik Ismail
taufik ismail/ist
RMOL. Polemik puisi Kerendahan Hati yang disebutkan sebagai karya sastrawan papan atas Indonesia, Taufik Ismail, dan diduga sebagai hasil jiplakan dari sastrawan Amerika, Douglas Malloch (1877-1935), kelihatannya akan segera selesai.

Menurut Fadli Zon, baik puisi berjudul Kerendahan Hati yang dianggap jiplakan dari puisi Malloch yang berjudul Be the Best of Whatever You Are tidak ditemukan di dalam buku kumpulan puisi yang merangkum semua karya Taufik Ismail dari tahun 1953 hingga 2008. Buku berjudul Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit itu diterbitkan panitia 55 Tahun Taufik Ismail Berkarya.

Puisi Malloch itu pun tidak ditemukan di dalam buku kumpulan puisi karya pengarang asing yang diterjemahkan Taufik Ismail. Berjudul Rerumputan Dedaunan, buku yang satu ini belum diterbitkan. Fadli Zon adalah ketua panitia 55 Tahun Taufik Ismail Berkarya.

Setelah Fadli Zon, Taufik Ismail yang tadinya minta waktu untuk mempelajari lebih dahulu puisi Malloch itu pun akhirnya buka mulut. Seperti telah disampaikan Fadli Zon, Taufik mengatakan tidak pernah menterjemahkan puisi Malloch. Dia tidak tahu menahu siapa penulis puisi Kerendahan Hati yang liriknya sangat mirip dengan puisi karya Malloch.

Dalam penjelasannya, Taufik juga mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Dia mengatakan, dirinya tidak bisa dinistakan sedemikian rupa.

Penyair Bramantyo Pujisusilo adalah yang dianggap Taufik sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Taufik akan mengadukan Bramantyo ke polisi. Sementara Bramantyo telah menyampaikan permohonan maaf.

Kini beredar anggapan baru bahwa puisi berjudul Kerendahan Hati itu memang diterjemahkan dari puisi Malloch, namun bukan oleh Taufik Ismail yang kita kenal sebagai salah seorang peletak pondasi sastrawan Angkatan 66 dan tokoh Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Melainkan oleh orang lain, yang bisa jadi memiliki nama yang kurang lebih sama. Mungkin sama-sama bernama Taufik Ismail, atau bernama Taufiq Ismail (berbeda dalam cara penulisan kata Taufik dan Taufiq).

Bisa jadi juga puisi itu ditulis oleh orang lain (terlepas dari siapa dan bagaimana cara penulisan namanya) dan kemudian disebutkan sebagai karya Taufik Ismail dengan maksud-maksud tertentu yang ingin memojokkan.

Namun demikian, bukan berarti polemik tentang Taufik Ismail sama sekali berhenti.

Penyair dan sastrawan Martin Aleida yang kini adalah anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta periode 2009-2012 termasuk individu yang meniupkan polemik lain tentang Taufik Ismail. Bukan tentang karya Taufik Ismail, tetapi tentang pandangan Taufik mengenai persoalan lama yang oleh sebagian besar, teramat besar bahkan, orang yang hidup hari ini sudah dianggap usang. Usang karena memang usang.

“Ada racun dalam lirik puisi mutakhir Taufik Ismail,” tulis Martin membuka catatannya yang diterima Rakyat Merdeka Online hari Jumat (1/4).

Racun apa dan bagaimana? Penjelasan mendalam mengenai hal ini akan disampaikan dalam kesempatan pertama berikutnya. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA