Ketegangan Istana-Senayan pertama kali awal Februari 2010 saat anggota Parlemen di Senayan "memainkan" kasus
bailout Bank Centrury, yang melibatkan lingkaran dalam SBY, terutama Wapres Boediono dan Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani. Sejak itu bermunculan berbagai kasus yang menggerus kepemimpinan SBY.
"Akibat jebolnya kasus Century, boleh dikata SBY menelan kekalahan 3-0. Pertama, Sri Mulyani terpental," ujar tokoh senior Partai Golkar, Zainal Bintang, kepada
Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 30/3).
Kekalahan kedua ketika Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, menjadi Ketua Harian Setgab Koalisi SBY-Boediono. Padahal Golkar tidak mendukung SBY-Boediono pada Pilpres 2009. "Yang ketiga, Boediono yang bercitra buruk akibat kasus Century, menjadi beban moral dan politik SBY," terangnya.
Sejak itu berbagai kasus bermunculan, baik hukum, sosial budaya dan ekonomi yang memojokkan Istana semakin kencang dimainkan Senayan. Tersebutlah kasus Cicak-Buaya, Gayus Tambunan, RUU Jogja, kekerasan kepada minoritas (Gereja dan Ahmadiyah) dan yang paling krusial adalah konflik internal Setgab akibat "pengkhianatan" Golkar dan PKS dalam kasus Pansus Anti Mafia Pajak.
"Timbunan kasus yang tidak tertangani oleh pemerintah sangat kompleks. Sulit membayangkan adakah kemampuan SBY untuk mengatasinya dalam tiga tahun ke depan", ucap Bintang.
Ditambah lagi, tudingan tokoh lintas agama yang menyatakan pemerintah melakukan kebohongan publik dan "serangan" pers Australia dengan mengutip data
WikiLeaks. Menurut Bintang yang juga wartawan senior, solusi yang perlu dipertimbangkan SBY adalah segera melakukan rekonsiliasi nasional dengan semua
stakeholder anak bangsa. SBY harus melepaskan diri dari citra pembela Partai Demokrat karena nilainya partisan.
"SBY perlu tegas menyatakan diri milik nasional, bukan milik Parpol tertentu yang gagal membentenginya," pungkas Bintang.
[ald]