"Percuma saja beribu pasal dibuat yang indah-indah, karena ujungnya tetap saja pada kepemimpinan," kata pakar tata negara Margarito Kamis kepada
Rakyat Merdeka Online, Rabu (23/3).
Margarito mengatakan, hukum di Indonesia tidak bisa dinalar. Bila penegakan hukum tidak bisa dinalar berarti negara tidak bisa menjamin hak-hak rakyatnya. Dari segi tata negara, ketika pemerintah tidak dapat memenuhi perintah konstitusi, maka negara itu disebut negara gagal. Pengabaian terhadap kewajiban konstitusional Presiden itu berujung
impeachment sesuai pasal 7B UUD 1945 .
"Itu jadi dasar hukum untuk menyatakan pelanggaran konstitusi yang dikatakan perbuatan tercela dalam pasal 7B," katanya.
Namun, mantan Staf Khusus Mensesneg ini menyatakan, secara ketatanegaraan lebih baik bila pengakuan negara gagal datang dari dalam negeri sendiri.
"Bahwa dunia internasional berhak ikut campur, itu tidak benar. MPR-lah yang berhak menyatakan bahwa kita sudah menjadi negara yang gagal karena konstitusinya diabaikan dan kemudian kita bisa lakukan peralihan kekuasaan sesuai konstitusi," tegasnya.
[ald]