"Instruksi presiden sudah cukup jelas, tinggal pembantu-pembantu presiden implementasikan cukup baik. Saatnya TNI juga diberikan kewenangan oleh Presiden, dan itu harus direspons TNI," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, kepada
Rakyat Merdeka Online, tadi malam (Jumat, 19/3).
Kebijakan untuk melibatkan TNI dalam penyelidikan kasus bom-bom paket, menurut purnawirawan Mayjen TNI ini, sudah sesuai UU TNI. Dan kalau Presiden sudah menginstruksikannya, tugas teritorial TNI seharusnya lebih menggigit lagi. Tapi yang jadi batasan TNI adalah tidak boleh menangkap pelaku teror itu tanpa pelibatan aparat kepolisian.
"Bekerjasama dengan aparat kepolisian, saling bantu dalam intelijen. TNI punya peta daerah rawan. Kalau pelakunya kriminal dia tahu, kalau pelakunya kelompok radilkal TNI tahu, tapi ada keterbatasan menangkap karena itu tugas polisi," ucapnya.
Pria yang mengaku bergelimang pengalaman intelijen ini mengakui ego antara instansi intelijen di kepolisian dan TNI sangat kental, akibatnya masukan-masukan intelijen dari TNI kerap diabaikan.
"Sering sudah disampaikan aparat TNI (data intelijen) tapi tidak ditindaklanjuti," pungkasnya.
Pada Rabu (16/3) di DPR, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro membantah bila kejadian bom buku tersebut luput dari pantauan intelijen. Namun di masa mendatang, kata Purnomo, koordinasi antara BNPT, Densus 81, dan Densus 88 harus diperkuat untuk pengamanan masyarakat dari teror
.
"Kita memang ada Densus 81, dan BNPT. Kalau diminta maka bisa saja Densus 81 masuk," kata Purnomo.
[ald]