"Teror ini lebih lebih ditujukan pada
early warning. Ini tekhnik untuk sesatkan opini, bisa saja untuk tutupi rencana yang lebih besar. Bisa bom mobil atau serangan bersenjata oleh teroris,' ujar Dynno kepada
Rakyat Merdeka Online, Jumat (18/3).
Sebelumnya ia meyakini bahwa pelaku teror bom belakangan ini adalah kelompok teroris lama di bawah pimpinan Abdullah Sonata. Tapi itu baru dugaan sementara melihat modus teror dan jenis bom yang digunakan.
"Kalau indikasi peran militer belum ditemukan secara yuridis maupun intelijen. Lagipula, kalau militer pasti kekuatan bomnya
high explosive," kata Dynno.
Bom berkekuatan rendah, yang disebut Dynno kerap digunakan sebagai alat teror di daerah konflik seperti Ambon dan Poso, paling-paling hanya bisa memutuskan tangan atau kaki si korban.
"Memutuskan tangan dan kaki itu dianggap hukuman setimpal untuk pihak yang memusuhi si peneror, perwakilan pemerintah atau figur tertentu," ucapnya.
[ald]