Kelompok Abdullah Sonata di Balik Bom Buku?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 18 Maret 2011, 11:21 WIB
Kelompok Abdullah Sonata di Balik Bom Buku?
ilustrasi bom buku
RMOL. Bom buku di Jakarta yang sampai hari ini masih merajalela mirip dengan bom-bom yang dipakai para teroris pada konflik bernuansa SARA di Ambon dan Poso.
 
"Kalau dalam dunia teroris mereka kenal ini sebagai bom parsel atau bom jebakan, di Indonesia ini sering dipakai dalam konflik 1999-2003 di Ambon dan Poso. Bom ini biasanya dimasukkan dalam termos, petromax, di bawah tempat duduk becak atau sebagainya," ujar pengamat terorisme Dynno Cresbon, kepada Rakyat Merdeka Online, Jumat (18/3).

Tapi bukan berarti pelaku teror adalah mereka yang pernah berperan di dalam kedua konflik tersebut. Dynno menganalisa, para pelaku terlibat dalam satu kelompok yang pernah punya aktivitas teror di Ambon dan Poso dan ia juga menduga mereka terlibat pelatihan militer teroris di Aceh yang terungkap tahun lalu.

"Ini kelompoknya Abdullah Sonata, pemimpin Al Qaeda yang terlibat pelatihan Aceh. Disana ada pelatihan membuat bom juga perampokan, sniper," ucapnya.

Teror menggunakan buku hanya membedakan kemasannya saja, kata Dynno. Judul bukunya mereka karang sendiri dan tidak berhubungan dengan isi buku yang tebalnya 400 halaman untuk menyelipkan low explosive bom. Buku itu sendiri tidak beredar di pasaran.

Kelompok Abdullah Sonata ini menetapkan target mereka selalu berhubungan dengan orang atau institusi yang bertentangan dengan Islam versi mereka baik penguasa zalim atau figur yang menyerang Islam.

"Ulil, Japto dan Ahmad Dani adalah mereka yang menyerang Islam, menurut versi teroris. Gorries Mere adalah representasi penguasa yang zalim," ujarnya.

Sonata adalah teroris paling berbahaya kelahiran di Bambu Apus, Jakarta Timur, 4 Oktober 1978. Dia disegani setelah menjadi komandan Laskar Mujahidin Kompak (Komite Penanggulangan Krisis) di Ambon pada konflik bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) pada 1999. Saat itu laskarnya beranggota sekitar 500 orang. Polisi juga menuduh dia menyabot gudang senjata Brimob Polri di Tantui, Ambon, pada 2000. Di Poso, Sulawesi Tengah, dia memimpin kelompok Kompak Kayamanya. Saat ini Sonata masih di tahanan kepolisian.[ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA