Para aktivis menggambarkan SBY bak mantan Presiden Soeharto. Saat Jakarta mencekam Mei 1998, Soeharto bepergian ke Mesir dalam rangka menghadiri KTT G-15. Penolakan kedatangan kembali Soeharto mencuat sampai akhirnya Soeharto mundur pada 21 Mei 98.
Salah seorang tokoh gerakan reformasi '98, Satyo Purwanto, mengaku satu suara dengan kampanye tersebut, namun yang harus diperhatikan adalah kondisi obyektif bobot gerakan rakyat saat ini.
"Sebagai bentuk perlawanan, penolakan kepulangan SBY sah saja. Saya sendiri setuju dengan pernyataan itu, tapi kan begini, bobot gerakan hari ini dengan kejadian dimana saat Soeharto ke luar negeri pada 1998, tidak bisa dianggap sama," ujar Satyo kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Rabu, 26/1).
Sebagai pernyataan perlawanan, kampanye penolakan SBY kembali ke Tanah Air, bisa menjadi stimulus eskalasi suhu gerakan masyarakat, agar gerakan massif dan bisa lebih besar dari hari ke hari.
"Kondisi subyektifnya sudah matang sekali, dan obyektifnya kita kalkulasilah semua. Memang SBY sudah dianggap
common enemy, pembacaaan situasi nasional sudah sama di kalangan pergerakan, tapi jujur saja, kuantitas gerakan masih kurang," tegasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: