"Salah satu kegagalan terbesar pemerintah adalah pada
leadership, kepemimpinan yang selalu ragu dan tidak yakin. Tapi terlalu yakin dengan pembantunya yang selalu bermain angka-angka statistik," kata Gurubesar FISIP Universitas Indonesia, Iberamsjah, saat berdialog dengan
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Sabtu, 15/1).
Buktinya, SBY tidak mempermasalahkan laporan Menko Perekonomian yang mengklaim kecukupan stok pangan, padahal fakta mengatakan, rakyat kian dibebani harga Sembako yang masih tinggi, dan angka pengangguran semakin besar.
"Tapi, saya tak mau salahkan anak buah. Anak buah itu tidak pernah salah, ini kesalahan pemimpin. Dia yang terima amanah lebih dari 60 persen rakyat," tegasnya.
Dikatakannya lagi, hakikat negara adalah menyediakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Kalau tidak ada dua itu, negara disebut negara gagal. Di Indonesia, akibat kegagalan itu timbullah kebohongan dalam data-data statistik.
"Yang bertambah jadi berkurang, yang berkurang jadi bertambah. Lapindo katanya selesai, apa yang selesai? Gayus selesai sepuluh hari, mana? Century berbohong juga," ungkapnya.
Apakah ini karena menyangkut ideologi pemerintah yang salah arah?"Jangan digeser ke ideologi, ini murni masalah kepemimpinan. Saya katakan ke teman-teman pengamat dan pakar, kita tidak bisa berbuat apa-apa cuma satu orang yang bisa, SBY. Dia yang bisa hancurkan dan selamatkan Indonesia," katanya.
Situasi sosial saat ini bisa dikatakan darurat karena dua aspek substansi tadi, kesejahteraan dan keadilan merata belum tergapai dan kaum ulama sudah menyuarakan penilaian mereka yang tulus.
"Tokoh agama bilang pemerintah bohong, saya amini saja.
Gold values tokoh agama adalah keadilan. Secara tidak langsung mereka mengatakan negara sudah stadium empat. Kritis," tekan Iberamsjah.
[ald]
BERITA TERKAIT: