Keputusan itu, menurut anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PPP, M Romahurmuziy, disepakati setelah rapat bersama Komisi VII dengan pemerintah beberapa waktu lalu.
Romy mengatakan, pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi itu harus melalui tahap awal yaitu pemerintah harus melengkapi kajian terhadap enam hal yang selanjutnya diserahkan ke Dewan. Syarat itu sudah diatur dalam UU.
"Tidak ada ruang bagi pemerintah untuk tidak menyampaikan. Kalau tidak disampaikan, pemerintah melanggar UU 10/2010 tentang APBN 2011 bagian penjelasan Pasal 7 ayat 2 c," terang Romy kepada
Rakyat Merdeka Online, Rabu (15/12).
Enam hal yang mesti dikaji kesiapannya adalah pertama, kesiapan infrastruktur. Kedua, kesiapan dari petugas dari petugas SPBU, tentang mana kendaraan yang boleh dan mana yang tidak boleh menerima BBM bersubsidi.
"Karena belum diputuskan mana yang boleh dan mana yang tidak, entah yang plat hitam atau yang plat merah kan belum ada putusan," kata Romy.
Setelah itu, DPR juga berpendapat tidak mungkin sosialisasi dapat dilakukan hingga Januari 2011 sedangkan saat ini saja publikasi dari pemerintah belum terjadi.
Kajian selanjutnya, bagaimana kesiapan pemerintah mengantisipasi manipulasi, misalanya pasar gelap BBM. Kelima, mengenai kesiapan untuk mengantisipasi dampak sosial ekonomi. Dan terkahir, kesiapan Pertamina menyiapkan Pertamax.
"Jumlah produksi pertamax harus dilipatagandakan, karena ini kan sama saja memaksa orang yang tadinya memakai premium beralih ke pertamax," ucapnya.
Enam kajian itu, terangnya, akan disampaikan pemerintah pada masa sidang berikut yaitu Januari 2011.
"Tidak ada ruang bagi pemerintah untuk tidak menyampaikan. Kalau tidak disampaikan berarti melanggar UU dan kebijakan pengaturan itu tidak boleh diterapkan," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: