"Tidak usah kita ragukan lagi, Nasdem sejak awal digerakkan kepentingan politik. Memasukkan tokoh-tokoh partai, lalu membuka cabang-cabang di daerah, semua target sudah terpenuhi kalau dia proklamasikan diri menjadi partai politik," ujar pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 13/12).
Namun, jika proklamasi Nasdem menjadi Parpol itu benar-benar terjadi, lanjut Zuhro, Partai Golkar yang terancam kehilangan banyak kader yang penting.
Tidak bisa disangkal bahwa di dalam Golkar terdapat banyak faksi dimana tokoh-tokoh seperti Jusuf Kalla, Surya Paloh dan Aburizal Bakrie, memiliki akar yang kuat.
"Golkar tidak satu. Golkar memang relatif memiliki akar tunjang dan basis massa dan siap diambil Nasdem," terangnya.
Sedangkan bagi partai-partai lain, kemungkinan perpecahan pun ada. Siti Zuhro menduga adanya beberapa kader partai politik yang saat ini masih aktif di Nasdem akan memilih bertahan di Nasdem dikarenakan kekecewaan terhadap partai asalnya.
"Paling yang akan hengkang itu adalah beberapa tokoh intelektual yang tidak punya kepentingan politik apapun. Mereka yang selama ini tidak punya beban moral selama Nasdem menjadi Ormas, tidak ada jaminan mereka akan bertahan," ujarnya.
Zuhro mengatakan, bisa dibilang bahwa Nasdem "membajak" potensi-potensi partai politik lain. "Mereka tidak sedari awal bekerja, kalau dibilang mereka membajak, itu persis," tuturnya.
Ia tegaskan, tujuan awal Nasdem bukan sebagai
pressure grup berbentuk Ormas, tapi karena kecewa pada Partai Golkar yang pasca reformasi 1998 digerogoti oleh elitnya sendiri.
"Obsesi lama Paloh untuk rekrut calon dia jadi presiden. Tak terpuaskan di 2009, harus terjadi di 2014," jelasnya.
Masih menurutnya, tidak hanya Surya Paloh yang potensial menjadi calon presiden dari Nasdem untuk 2014. Masih ada pentolan Nasdem yang akan masuk ke dalam bursa Capres.
"Termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Ini politik, semua kemungkinan tidak tertutup. Isu Pilpres 2009 akan beda dengan isu 2014. Semua mengalir tergantung animo pemilih rasional," tegasnya.
Terlepas dari itu, yang disayangkan Siti Zuhro, energi negeri saat ini sepertinya sudah habis hanya untuk nafsu kompetisi kekuasaan yang berlebihan. Padahal idealnya, persiapan untuk Pemilu 2014 dimulai satu atau dua tahun sebelum Pemilu.
"Saya sayangkan nafsu kompetisi yang berlebihan saat ini. Memang demokrasi memberikan ruang kompetisi tapi bukan berlebihan. Akhirnya, demokrasi tidak punya relasi dengan kesejahateran rakyat," pungkasnya.
[ald]