Untuk mengawasi pergerakan masuk dan keluar kapal-kapal raksasa itu melalui Selat Lombok dari dan ke Asia Timur, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) memilih Karangasem di Bali sebagai lokasi kantor
Rescue Coordinating Center (RCC) atau Pusat Koordinasi Penyelamatan.
Dari Karangasem-lah pergerakan kapal-kapal raksasa yang umumnya membawa bahan bakar minyak ini akan diawasi.
Demikian disampaikan Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Bakorkamla Laksamana Madya Didik Heru Purnomo kepada wartawan di Kuta, Bali, Senin malam (15/11).
Dengan bantuan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Bakorkamla mengembangkan sistem pengawasan
via satelit untuk mengetahui identitas, tujuan dan muatan kapal.
"Semua kapal dilengkapi dengan nomor IMO (
Internasional Maritime Organization) dan AIS (
Automatic Identification System). Jadi dengan satelit identitas kapal sudah langsung diketahui. Tidak usah ditanya lagi, bisa dipastikan siapa pemilik kapal, mau kemana dan apa muatannya," jelas DHP.
Kapal tanker berbobot mati 1.500 ton dengan panjang 200 meter, sebut didik lagi, memberikan gambaran setara 3.000 mobil tangki berbobot lima ton. Bayangkan, kalau kapal sebesar itu mengalami kecelakaan lalu semua minyaknya bocor atau tumpah ke wilayah laut di Indonesia.
"Memantau pergerakan kapal dengan menggunakan satelit untuk membaca data IMO dan AIS akan sangat membantu untuk mengambil tindakan
emergency bila hal ini terjad," ujar Didik lagi.
Khusus untuk RCC Karangasem yang akan diresmikan Selasa (16/11), Bakorkamla mendapat hibah peralatan
Global Maritime Distraction System dari Australia. Selain untuk mengawasi potensi kerusakan lingkungan hidup di perairan, peralatan ini juga berfungsi untuk memantau
traffic berbagai jenis kapal, mulai dari tanker sampai kapal militer termasuk kapal selam.
[guh]