Mereka mengajukan gugatan atas tindakan KPK melakukan penyidikan tanpa memproses hukum terduga pemberi suap. Menurut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, selama ini penyidikan terhadap kliennya tidak sah.
Oleh karena itu, kubunya kini sedang menanti putusan PN Jakpus apakah akan mengabulkan gugatan dan melihat apakah nantinya akan ada proses banding.
Tujuh klien yang kini menanti putusan pra peradilan itu adalah Max Moein, Poltak Sitorus, Engelina Pattiasina, Muhammad Iqbal, Ni Luh Mariani Tirtasari, Sutanto Pranoto, serta Matheos Pormes. Tadinya mereka berjumlah delapan, namun karena Jefrrey Tongas Lumban Batu telah meninggal kemarin, maka statusnya digugurkan.
KPK disebutnya lalai. KPK melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor dengan menyampingkan pemberi suap.
"Sampai saat ini KPK tak lakukan penyelidikan menyeluruh pada pihak pemberi suap. Bahkan, saksi yang diduga memberi suap pun belum pernah dihadapakan ke sidang," ujar Petrus kepada
Rakyat Merdeka Online, Sabtu (13/11).
"Pasal 5 ayat 1 itu pada perkara Dudhie Makmun Murod dikesampingkan hakim dan hakim menolak dakwaan jaksa yang menggunakan pasal 5 ayat 1," kata Petrus.
Sesuai surat perintah penyidikan, proses hukum terhadap delapan kliennya itu dilakukan berdasarkan pada putusan hakim sidang Dudhie. Maka KPK harus terlebih dahulu menyidik pemberi suap sebelum melakukan penyidikan.
"Jika tidak, kami menduga kuat, KPK sedang membangun strategi melindungi terduga penyuap," tegas Petrus.
[ald]