"Kemungkinan itu di atas 90 persen dilihat dari penilaian UKP4 dan dorongan dari dalam Partai Demokrat," jelas pengamat politik senior, AS Hikam, kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Senin, 25/10).
Namun, jika dilihat secara fundamental, reshuffle alias kocok ulang, takkan menjadi obat yang ampuh jika sistem pemerintahan yang tidak efektif saat ini, dipertahankan duet SBY-Boediono.
"Kalau kita mau bicara lebih fundamental, saya tidak yakin reshuffle menjadi obat karena kesalahan bukan pada individu saja tapi pada sistem pemerintahan yang tak efektif," jelas mantan menteri riset dan teknologi ini.
Sistem yang tak efektif yang dimaksud Hikam adalah ketergantungan pemerintah yang amat tinggi pada partai politik.
"Ketergantungan tinggi pada partai politik sehingga SBY tak secara leluasa memilih pembantunya yang berkualitas. Selain itu tidak ada satu aturan tegas agar partai mengajukan nama yang berintegritas," ungkapnya.
Ia memprediksi jika kocok ulang kabinet terjadi, SBY tak memiliki keberanian sampai pada mengubah bentuk kabinet menjadi kabinet yang memprioritaskan penugasan orang-orang ahli dan profesional untuk duduk di pos menteri
"Presiden tidak mau ambil resiko dengan menciptakan friksi di DPR. Misalnya, Menkominfo diganti oleh Demokrat, tetap PKS akan tetap ada dengan jumlah yang sama. Namanya saja kocok ulang," kata Hikam.
[ald]