Istilah yang kerap terlontar dalam kesempatan pertemuan yaitu perubahan. Seperti, perubahan strategi ekonomi agar arah ekonomi pro rakyat dan berkepentingan nasional. Sedangkan dalam perubahan politik agar demokrasi kriminal yang terjadi belakangan ini dihentikan.
"Mengapa saya sebut demokrasi kriminal karena kalau mau jadi anggota DPR, bupati harus
nyogok dan ketika dia menjabat melakukan kriminal lalu menghasilkan UU yang kriminal pula, dibiayai asing dan hanya memperkaya DPR dan pejabat di birokrasi," papar Rizal kepada wartawan di Gedung Nusantara IV DPD/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (15/10).
Fakta ini, lanjut Rizal, bisa dilihat melalui total anggaran untuk pemerintah daerah yang hanya berkisar 30 persen dalam skala nasional. Melanjutkan soal istilah penggulingan, menurut Rizal, hal itu sengaja digunakan oleh pemerintah untuk membuat dramatisasai yang hebat. Istilah ini pula yang dijadikan alat oleh partai-partai yang kadernya di KIB II terancam di-
reshuffle.
"Mereka mengembangkan hantu penggulingan dengan cari muka kepada SBY dengan membela habis-habisan SBY. Jadi kesimpulannya, istilah penggulingan diciptakan oleh parpol pendukung pemerintah untuk digunakan oleh menteri yang akan di-
reshuffle untuk mempertahankan jabatan," terang mantan menteri koordinator perekonomian era pemerintahan Abdurahman Wahid atau Gus Dur ini.
Lebih lanjut Rizal Ramli mengingatkan agar pemerintah tidak terlalu bersikap jumawa (angkuh). Sebab tidak ada yang abadi selain perubahan itu sendiri.
"Yang pasti kalau pemerintah tidak menjalankan konstitusi dalam bahasa jawanya nanti akan keserimpet sendiri. Tidak usah diapa-apain pasti keserimpet sendiri," tutupnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: