"Kita harus tanya yang mengkultuskan itu siapa? secara sadar atau tidak atau mungkin saja di bawah perintah. Kita juga harus lihat bahwa orang yang dikultuskan (SBY) seolah-olah senang saja dikultuskan," kata pakar komunikasi politik Universitas Indonesia, Effendy Ghazali di sela-sela pertemuan para tokoh di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/10).
Effendi mencontohkan, kasus pewacanaan tiga periode jabatan presiden yang beberapa waktu lalu dilontarkan Juru Bicara Demokrat, Ruhut Sitompul. Ironisnya, publik belum sekalipun mendengar SBY yang juga selaku ketua Dewan Pembina Demokrat menegur orang yang mewacanakan itu. Meskipun SBY sendiri telah mengatakan wacana presiden tiga periode tersebut melanggar konstitusi.
Kembali pada soal lagu Presiden SBY tadi, menurut Effendy, bisa saja diantara ribuan CPNS yang mendaftar jadi PNS Kemendag ada yang memperoleh nilai sama. Tapi salah seorang yang bernilai sama itu tidak lolos ujian CPNS karena tidak bisa menjawab soal album SBY. Bisa dibayangkan akan ada orang yang seumur hidup menyesal tidak masuk Kemendag karena tidak mengetahui lagu SBY. Sementara orang-orang yang lolos jadi CPNS di Kemendag bukan serta merta karena mengetahui soal ekonomi makro dan mikro.
"Tapi bayangkan, begitu rapat di pagi hari yang menjadi agenda pembahasan adalah album terbaru presiden. Itu (soal lagu SBY) tidak ada kaitan dengan kapabilitas PNS di Kementerian Perdagangan," tekan Effendy.
[wid]