Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rakyat Pelintir Leher Sendiri

Oleh: Suroto*

Sabtu, 17 Februari 2024, 00:10 WIB
Rakyat Pelintir Leher Sendiri
Ilustrasi Foto/Net
IDE tentang pengkoperasian BUMN yang saya lontarkan dalam diskusi tanggal 31 Januari 2024 lalu ternyata banyak yang belum dimengerti maksudnya. Banyak yang protes, tidak setuju. Idenya dikatakan ngawur, absurd, dan dianggap bertentangan dengan Konstitusi. Namun setelah mendengar penjelasan secara sederhana, akhirnya justru banyak yang berbalik  mendukung ide tersebut.

Sebetulnya, idenya sederhana, badan hukum perusahaan BUMN yang selama ini berbentuk Perseroan diganti menjadi badan hukum Koperasi. Lalu seluruh rakyat akhirnya jadi pemilik riil saham perusahaan BUMN. Bukan hanya "kepemilikan seakan-akan" seperti yang terjadi selama ini.

Saya, anda, dan siapapun seluruh warga negara Indonesia dan termasuk Presiden dan seluruh Menteri akhirnya jadi pemilik riil saham perusahaan BUMN langsung. Tidak seperti selama ini yang semuanya dikuasai oleh Presiden dan dilaksanakan Menteri BUMN dan sebagian lagi dikuasai hanya oleh mereka yang memiliki modal besar.

Dengan model sistem badan hukum Perseroan yang terjadi selama ini, kuasa perusahaan BUMN sesungguhnya  semua di tangan Presiden dan Menteri. Saya dan anda tidak punya kuasa apapun.
 
Mau BUMN itu dijual, dibubarkan, atau dikurangi sahamnya (didilusi), kita tak punya hak untuk turut mengaturnya. Aturan ini dibuat melalui aturan UU No. 19 Tahun 2023 tentang BUMN dan peraturan turunannya.  

Sebut saja misalnya, dengan kekuasaan penuh di tangan Presiden dan Menteri BUMN maka selama 5 tahun terakhir ini, ada 145 perusahaan BUMN yang sudah dijual Presiden dan Menteri. Dari tadinya masih 191 tinggal 46 tahun 2024 ini.

Contoh riil lainya, ketika perusahaan BUMN itu membagi keuntungan, anda juga tidak kebagian. Hanya sebagian kecil saja yang diberikan ke negara.  Padahal, keuntungan itu juga berasal dari hasil penjualan perusahaan dimana saya dan anda yang membayarnya. Berasal dari kita sebagai pelanggan listrik, bank, kereta api dari perusahaan perusahaan BUMN  itu.

Saya, anda, dan seluruh warga negara Indonesia tidak diajak untuk berdiskusi untuk mengambil keputusan penting perusahaan.  Ini artinya kita, rakyat sebagai pemegang kedaulatan (kekuasaan) negara sudah tidak punya kuasa apapun terhadap Perusahaan BUMN itu lagi.

Ada ratusan triliun keuntungan BUMN yang dihasilkan setiap tahun. Tapi sebagian besar digunakan untuk membayar bunga utang, dibagi kepada pemegang saham dan hanya sedikit yang diserahkan ke negara.

Contoh perusahaan BUMN yang sudah go public misalnya, Bank BRI.  Saham pemerintah di bank ini masih 53 persen dan 47 persennya sekarang sudah dimiliki publik karena di-right issue (dilepas) untuk alasan butuh tambahan modal melalui pasar modal. Sekarang ini, dari 47 persen saham publiknya itu dimiliki oleh hanya 342 ribu orang dan yang perlu diketahui, dari 47 persen saham tersebut, 92 persennya dimiliki oleh orang asing.

Pada intinya, keuntungan perusahaan BUMN yang sebagian saya contohkan di atas itu berasal dari yang kita bayar, sebagai nasabah, sebagai konsumen, dan sebagai pemilik modal. Keuntungan itu berasal dari kantong kita, yang katanya pemilik dari perusahaan negara. Jadi sama dengan memelintir leher sendiri dong? Rugi dong kita?

Tak hanya itu, karena saya dan anda hanya jadi "pemilik perusahaan seakan-akan", kehilangan hak mengontrol, hak untuk dilayani lebih baik, hak untuk turut memutuskan terutama untuk hal hal penting di perusahaan BUMN. Kita jadi tak dapat mengendalikan keputusan perusahaan itu. Betapa jika itu merugikan kita, rakyat Indonesia.

Dengan model kepemilikan sistem badan hukum koperasi, maka setiap kita warga negara menjadi punya hak setara dalam turut mengambil keputusan di Perusahaan. Satu orang, satu suara, mengikuti sistem demokrasi koperasi.

Ide ini bukan pembubaran perusahaan BUMN, dan tidak ada satupun yang karyawan yang akan dipecat. Justru ide ini akan membuat karyawan yang juga warga negara lainya dapat turut terlibat mengambil keputusan penting di BUMN, bukan hanya di tangan Presiden dan Menteri, apalagi hanya di tangan komisaris dan direksi.

Ide ini adalah untuk mendorong agar pelayanan BUMN menjadi lebih baik lagi karena seluruh rakyat bukan hanya jadi nasabah atau konsumen seperti selama ini. Ide ini juga untuk mendorong agar BUMN dikelola lebih transparan dan profesional karena setiap rakyat akan turut mengontrolnya.

Ide ini juga ditujukan untuk meningkatkan manfaat bagi sebesar  besar kemakmuran rakyat, bukan untuk segelintir orang. Ide ini juga agar perusahaan BUMN itu tidak lagi semena-mena menetapkan target keuntungan yang berasal dari apa yang kita bayarkan karena kita langsung jadi pemiliknya.

Kedaulatan (kekuasaan) negara itu ada di tangan rakyat. Ini bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat 2. Lalu pasal 33 UUD 1945 Pasal 33 bunyinya perekonomian itu disusun berdasarkan asas kekeluargaan. Menurut Bung Hatta, Proklamator dan pendiri Republik Indonesia secara tegas mengatakan yang dimaksud asas kekeluargaan itu ialah koperasi (Hatta, 1951). Jalan koperasilah yang memungkinkan semua itu terjadi.

Bagaimana? Masih ingin tetap biarkan perusahaan BUMN itu dikuasai Presiden dan Menteri atau kita kembalikan kuasanya ke tangan kita? rmol news logo article

*Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA