"Secara akumulasi ada 49.390 TPS yang berpotensi (pelanggaran), rawan dari sejumlah indikator yang kita ambil," ujar Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, dalam jumpa pers virtual, Senin (7/12).
Afifuddin menyebutkan, ada 9 indikator yang dipakai Bawaslu untuk memetakan potensi pelanggara pemilu di TPS. Di mana antara lain memiliki jumlah potensi pelanggaran yang berbeda-beda.
Pertama, disebutkan Afif adalah TPS yang sulit dijangkau karena faktor geografis, cuaca dan keamanan sebanyak 5.744. Kedua, lokasi TPS yang tidak akses bagi penyandang disabilitas 2.442.
Ketiga, penempatan TPS tidak sesuai standar protokol kesehatan 1.420. Keempat, TPS yang terdapat pemilih tidak memnuhi syarat seperti meninggal dunia, terdaftar ganda dan atau tidak dikenali tapi terdaftar di DPT sebanyak 14.534.
Kemudian kelima, TPS yang memiliki pemilih memenuhi syarat tapi tidak terdaftar dalam DPT sebanyak 6.291. Keenam, terdapat kendala jaringan internet di TPS sebanyak 11.559. Ketujuh, terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS sebanyak 3.039.
Kedelapan, TPS yang memiliki petugas pemilihan positif terinfeksi Covid-19 sebanyak 1.023. Serta kesembilan TPS yang memiliki petugas pemilihan tidak bisa log in Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) saat simulasi sebanyak 3.338.
Dari pemetaan kerawanan tersebut, Bawaslu meminta jajarannya di tingkat TPS, desa/kelurahan, kabupaten/kota hingga provinsi untuk mengawasi dan mencegah bentuk pelanggaran yang ada tersebut.
"Kami memerintahkan seluruh jajaran kami untuk betul-betul mengawasi seluruh proses dengan berpedoman kepada protokol kesehatan," ucapnya.
"Dan bagi TPS yang dikategorikan rawan untuk lebih memperhatikan termasuk mengambil langkah-langkah antisipatif dan koordinatif agar hal-hal yang tidak kita inginkan di saat peyelenggaran pilkada di masa wabah ini bisa terantisipasi," demikian Afifuddin.