Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tolak Usulan Penghapusan, KPAI Minta Metode dan Materi Pendidikan Agama Di Sekolah Diperbaiki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 09 Juli 2019, 12:26 WIB
Tolak Usulan Penghapusan, KPAI Minta Metode dan Materi Pendidikan Agama Di Sekolah Diperbaiki
Retno Listyarti/Net
rmol news logo . Pernyataan praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono soal penghapusan pendidikan agama di sekolah mendapat tanggapan banyak pihak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap materi dan metode pembelajaran pendidikan agama di sekolah tidak dihapus. Tapi dilakukan perubahan.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyayangkan informasi yang beredar di media sosial soal usulan penghapusan pendidikan agama di sekolah. Padahal kata Retno, usulan tersebut berasal dari seseorang yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah.

"Sebenarnya, polemik tersebut muncul hanya dari usulan seorang WNI bernama Darmono, hanya usulan. Bahkan sebenarnya usulan tersebut dapat diabaikan pemerintah. Karena pemerintah Indonesia memang tidak pernah merencanakan penghapusan pelajaran agama di sekolah," ucap Retno kepada Kantor Berita RMOL, Selasa (9/7).

Menurut Retno, pendidikan agama masih diperlukan di sekolah sesuai dengan istilah 'TriPusat Pendidikan' yang disampaikan bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

"Ki Hajar menyebutnya dengan istilah 'TriPusat Pendidikan'. Artinya, pendidikan agama sejatinya memang diajarkan di semua ranah. Yaitu di keluarga, di sekolah dan di masyarakat," lanjut Retno.

Dengan demikian, pendidikan agama tetap harus dipertahankan di sekolah. Namun, KPAI meminta materi dan metodenya harus diperbaiki.

"KPAI tentu mendukung pendidikan agama tetap diberikan di sekolah. Namun substansi materi yang diajarkan maupun metode pembelajarannya memang masih memerlukan masukan banyak pihak, agar menjadi tepat dan bermakna," jelasnya.

Selama ini kata Retno, proses pembelajaran di sekolah yang digunakan guru masih konvesional. Sehingga kurang membuka ruang dialog bagi para siswa untuk menangkal paham radikal.

"Sehingga kurang membangun daya kritis peserta didik. Ketika budaya literasi terjadi di sekolah, maka ruang dialog dan kemampuan berpikir kritis akan terbangun dengan sendirinya. Sehingga sekolah dapat dengan mudah menangkal paham radikal dan fanatisme sempit lainnya," paparnya lebih lanjut.

Tak hanya itu, materi yang diberikan kepada siswa-siswi juga harus diperbaiki. Supaya siswa-siswi dapat saling menghormati, saling menghargai kepada umat agama yang sama, maupun umat agama yang berbeda.

"Hal ini bisa menjadi materi yang dianggap utama, mengingat negeri kita ini sangat majemuk, keragaman dan perbedaan adalah keniscayaan di Indonesia. Jadi penting pelajaran agama juga bisa memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan memperkokoh persatuan bangsa," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA