DPR Menggertak Nih

Ancam Bekukan Anggaran KPK & Polri

Rabu, 21 Juni 2017, 09:17 WIB
DPR Menggertak Nih
Foto/Net
rmol news logo Setelah keinginan memanggil bekas anggota DPR Miryam S Haryani digagalkan KPK, Pansus Angket KPK langsung menggertak. Mereka mengancam akan membekukan anggaran KPK dan Polri. Wah, seru nih...

Gertakan ini datang dari anggota Pansus Hak Angket KPK, M Misbakhun. Politisi Golkar itu mengusulkan penahanan anggaran Kepolisian dan KPK untuk 2018 jika tidak membantu pansus menghadirkan Miryam. "Apabila mereka (KPK dan Polisi) tidak menjalankan apa yang menjadi amanat Undang-Undang MD3, saya meminta Komisi III mempertimbangkan pembahasan anggaran untuk Kepolisian dan KPK (tak dilakukan)," kata Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.

Kegeraman Misbakhun ini didasari atas gagalnya pansus menghadirkan Miryam di sidang, Senin (19/6) lalu. KPK tidak mengizinkan Miryam datang ke Senayan. Tidak patah arang, pansus berupaya meminta polisi melakukan pemanggilan paksa. Namun, korps baju cokelat tersirat enggan membantu. Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat jumpa pers di Gedung KPK mengatakan tidak ada hukum acara yang jelas dalam upaya pemangilan Miryam ke hadapan pansus.

"Meskipun Undang-Undang MD3 memberikan kewenangan kepada DPR untuk meminta bantuan kepolisian menghadirkan paksa seseorang yang dipanggil, bahkan bisa dikenakan sanksi penyanderaan, namun persoalannya kita melihat hukum acaranya di dalam UU itu tidak jelas. Tidak ada hukum acaranya," kata Tito di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/6).

Bagi Misbakhun, pernyataan Kapolri ini menjadi penyebab tingginya tensi politik, bahkan KPK dan Polri dianggap telah memancing kagaduhan sehingga anggarannya untuk tahun depan pantas dibekukan. "Ya nggak apa apa (gaduh). Mereka (Polri-KPK) maunya gaduh," kata Misbakhun. Jika pembahasan RAPBN 2018 benar-benar tak dilakukan dengan melibatkan KPK-Polri, dua lembaga tak akan bisa bekerja maksimal di 2018. Misbakhun tak masalah dengan itu. "Ya nggak punya (anggaran). Silakan menikmati, keras-kerasan," tegasnya.

Misbakhun menjelaskan, aturan mengenai pemanggilan paksa telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dia membandingkan dengan parlemen Amerika Serikat yang memiliki instrumen polisi parlemen yang salah satu tugasnya memanggil paksa pihak yang diminta parlemen. Namun, parlemen Indonesia tak memiliki instrumen tersebut sehingga satu-satunya alat dan instrumen yang ada adalah Kepolisian. "Jadi saya meminta pada pihak Kepolisian terutama Kapolri berhati-hati dalam memberikan statement ini," pungkasnya.

Wakil Ketua Pansus Angket KPK, Risa Mariska menyatakan, pihaknya tetap melakukan upaya pemanggilan Miryam ke hadapan pansus. Rencananya, akan dilayangkan pemanggilan kedua. Teknisnya, setelah Lebaran. "Pemanggilan kedua (kepada Miryam) diagendakan setelah libur Lebaran. Kita efektif masuk tanggal 3 Juli," ujar Risa kepada wartawan, kemarin.

Menurut Risa, KPK sangat berlebihan jika proses politik di DPR disebut akan menghambat proses hukum yang sedang berjalan. Sebelumnya, pansus sudah mengirimkan surat kepada KPK untuk menghadirkan Miryam dalam sidang pansus hak angket KPK namun ditolak.

Bagaimana jika anggaran Polri untuk tahun depan disetop? Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menyampaikan, itu akan berdampak sistemik terhadap pelayanan kepada masyarakat. Setidaknya, ada 420 ribu personel Polri yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. "Ini kan sistem yang sudah berjalan. Bilamana ini terhenti, berarti ada simpul lain yang nanti terhenti. Pelayanan masyarakat efeknya juga akan terhenti," ujarnya di kompleks Mabes Polri, kemarin.

Martinus melanjutkan, belum lagi biaya untuk penanganan perkara, mulai dari penyelidikan, pemeriksaan saksi, hingga pemberkasan. Khususnya dalam kejahatan konvensional dan transnasional.

Juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, usulan membekukan anggaran KPK oleh DPR sama saja menghambat upaya pemberantasan korupsi. "DPR punya kewenangan penganggaran, pengawasan dan regulasi. (DPR) itu tentu punya tugas melaksanakan semaksimal mungkin. Jangan sampai kemudian misalnya anggaran dihentikan, (karena) itu berimplikasi terhadap upaya pemberantasan korupsi di penegakan hukum," ujar Febri di Jakarta, kemarin.

Menurut Febri, KPK menghormati kewenangan DPR melakukan pengawasan. Namun KPK juga tetap mengikuti ketentuan terkait proses penanganan perkara. "Kita belum tahu apakah (usul pembekuan anggaran) itu pendapat perorangan atau kelembagaan. Kami masih cukup percaya, secara kelembagaan DPR akan mematuhi dan mengikuti aturan hukum dan ketatanegaraan yang ada," imbuhnya.

Pengamat hukum dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Prof Asep Warlan Yusuf menganggap DPR hanya menggertak instansi hukum dengan kewenangannya. "Iya, ini mencoba menggertak saja," ujar Asep, kemarin. Menurut dia, sikap pansus semakin tidak wajar karena terkesan memaksa menghadirkan Miryam. Sikap tersebut seolah mempertegas tidak adanya substansi pembentukan pansus. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA