Demikian disampaikan mantan Ketua Umum Pengurus Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Bambang Romada kepada redaksi, Minggu (30/8).
Sebagai mata Presiden, ia harus mampu menyajikan data dan informasi yang akurat mengenai masalah-masalah aktual. Sebagai telinga, ia harus bisa menyampaikan aspirasi dan masukan-masukan dari masyrakat, kelompok-kelompok politik serta dunia usaha kepada Presiden. Sebagai lidah, ia harus bisa mengkomunikasikan kebijakan, gagasan dan pandangan-pandangan Presiden kepada masyarakat dan jajaran pemerintahan melalui media massa, media sosial dan saran-sarana komunikasi lainnya.
Menurut Bambang, saat ini banyak visi dan program Presiden Joko Widodo yang belum dimengerti masyarakat dan jajaran pemerintahan karena Presiden tidak didukung komunikator handal. Contohnya adalah soal revoluasi mental, kalangan pemerintahan dan masyarakat tidak mendapat informasi detail apa dan bagaimana revolusi mental itu, akibatnya semua mengintepretasikan sendiri-sendiri.
Lebih lanjut, Bambang mencontohkan kelambatan dwelling time (pengeluaran barang-barang dari pelabuhan) di Tanjung Priuk, banyak yang mengira dwelling time adalah persoalan teknis dan tatakerja, padahal masalahnya adalah mentalitas para pengelola pelabuhan yang biasa memperlambat keluarnya barang untuk mencari upeti.
"Nah, ini adalah soal mental," ujar Bambang menjelaskan.
Untuk itu, Bambang mengusulkan bahwa pengganti Luhut Binsar Panjaitan sebagai Kepala Staf Presiden adalah orang yang benar-benar memahami Nawacita. Nawacita jangan hanya dikomunikasikan sebagai retorika, namun harus dijelaskan secara kongkrit dan detail kepala masyarakat.
Lebih lanjut, Bambang menilai orang yang bisa memahami Nawacita tersebut tentunya orang yang mendukung pencapresan Joko Widodo dari awal, bukan orang yang bergabung belakangan. Ini juga penting menjadi acuan Presiden untuk memilih calon pembantunya tersebut. Orang yang berani mendukung pencapresan dari awal bisa dijamin kesetiaannya karena terbukti telah berani mengambil resiko berseberangan dengan kelompok dan tokoh yang menolak pencapresan Jokowi.
Akhir-akhir ini banyak yang nama yang coba dimunculkan agar dipilih Presiden menjadi Kepala Staf Presiden. Nama yang paling santer didukung relawan adalah Ketua umum DPP Projo Budi Arie Setiadi, yang merupakan salah satu dari pendukung pencapresan Jokowi paling awal ketika yang lain belum berani bersikap.
[rus]
BERITA TERKAIT: