"Saya tidak setuju masyarakat didorong punya mobil sebanyak-banyaknya karena itu bisa pengaruhi hak orang lain juga. Bayangkan semua orang punya mobil lalu ada kemacetan di mana-mana. Akhirnya ada orang terdiskriminasi," tegas Hetifah, dalam diskusi yang membahas mobil murah dan transportasi publik di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (28/9).
Dia malah mempertanyakan untuk siapa
policy mobil murah ini. Dia tegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak memperhatikan kepentingan rakyat miskin yang pasti tidak akan mampu membeli mobil murah produksi asing itu dengan harga jual 70-an juta rupiah per unit.
Politisi perempuan dari Partai Golkar ini mengutip pernyataan Walikota Bogota, Kolombia (periode 1998-2001), Enrique Penalosa, bahwa sebuah negara atau kota dikatakan maju bukan karena orang miskin punya mobil, melainkan kalau orang kayanya mau memakai angkutan umum/publik.
Menurut dia ada beberapa hal yang jadi prasyarat agar pemimpin mau memperhatikan transportasi publik. Selain kemauan politik pemimpin di daerah itu, dia juga punya ketegasan bahwa bagi kotanya yang penting bukan pembenahan tapi pembongkaran dari satu kebijakan yang salah.
"Seorang pemimpin tak cukup didorong oleh birokrasi, tapi sistem politik di sekitarnya juga, mulai dari pengadaan lahan dan penguasaan teknologi," tegasnya.
[ald]