Dinkes DKI Dinilai Lamban Antisipasi Difteri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Sabtu, 09 Desember 2017, 15:34 WIB
Dinkes DKI Dinilai Lamban Antisipasi Difteri
Ilustrasi/Net
rmol news logo . Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta dinilai lamban mengantisipasi penyebaran penyakit difteri. Ibukota berstatus kejadian luar biasa (KLB) wabah difetri yang diumumkan Dinkes DKI dinilai hanya bentuk kepanikan semata.

"Meski sudah menetapkan status KLB, namun kami menilai Dinkes DKI lamban. Dinkes DKI sendiri sudah mendapat laporan enam bulan lalu ada penderita difteri di Cengkareng Jakarta Barat, namun tidak ada respon sama sekali terhadap laporan ini," ujar Ketua Nasional Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) Agung Nugroho kepada redaksi, Sabtu (9/12).

Boleh saja, kata Agung, Kepala Dinkes DKI Koesmedi Priharto menyebut Jakarta telah berstatus KLB wabah difteri dan mengatakan pihaknya terus berusaha mencegah wabah ini menyebar. Namun upaya yang dilakukan terlambat karena selain laporan dari Cengkareng, Menteri Kesehatan pada tanggal 28 April 2017 juga sudah mengeluarkan surat edaran terhadap waspada difteri.
 
"Seharusnya sudah sejak lama Dinkes DKI melakukan antisipasi apalagi sudah ada laporan satu warga terinfkesi. Di era kepemimpinan Kadis Kesehatan yang lama dr. Dien, jika ada satu saja warga yang terdeteksi difteri maka dinkes langsung melakukan koordinasi menyeluruh terhadap kasus itu sehingga bisa cepat mengantisipasi. Beda dengan yang sekarang, selalu lamban dalam mengantisipasi kasus kasus kesehatan di wilayah DKI," ujar Agung.

Agung menjelaskan bahwa penetapan KLB yang dilakukan Dinkes DKI bisa jadi hanya karena kaget dan panik bukan karena hasi penyelidikan epidemilogi yang dilakukan dinkes DKI terhadap wabah difteri. Padahal, penderita difetri di wilayah Jakarta terus meningkat. Pada 2016 di DKI terdapat 17 kasus dengan 1 kematian, sedangkan tahun 2017 meningkat menjadi sebanyak 25 kasus dengan 2 kematian.

"Harusnya setiap ada satu kasus difteri baik di rumah sakit, puskesmas maupun masyarakat harus dilakukan penyelidikan epidemiologi yang bertujuan untuk menegakan diagnosis, memastikan terjadi KLB dan menemukan kasus tambahan serta kelompok rentan. Kalau hanya karena panik dan sebatas menyelamatkan diri karena terlambat mengantisiapasi ya hasilnya tidak efektif," tegas Agung.

Ketidakefektifan itu, menurut Agung, dapat dilihat dengan tidak adanya ketentuan juklak dan juknis yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan dalam menangani difteri.

"Untuk berfikir bagaimana memvaksin petugas kesehatan yang menangani penderita difteri saja tidak ada arahan, jelas keputusan Dinkes hanya berdasarkan kepanikan. Dan ini semakin menambah daftar panjang dinkes era Ahok yang bekerja lamban dan hanya mementingkan kerja kerja pencitraan. Kadis Kesehatan DKI tidak mumpuni dalam mengkooridnasikan Kabidnya. Mungkin karena sibuk dengan urusan proyek pembangunan puskesmas dan rumah sakit," tegas Agung.

Dalam hal penanganan penyakit menular seperti difteri, menurut Agung, Kadis kesehatan DKI harus mengkoordinasikan kabid P2P agar bisa segera mengantisipasi tanpa harus menunggu jumlah korban yang banyak dan jatuh korban jiwa.

"Gubernur dan wagub harus mengevaluasi total kinerja buruk Dinkes, apalagi ada indikasi mau menggembosi kinerja gubernur-wagub yang baru," geram Agung. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA