Menurutnya, dalam dunia politik tujuan adalah yang utama, semua sah dilakukan termasuk politik SARA. Di sisi lain, politik ini juga menjadi beban moral bagi politisi yang menggunakannya.
"Soal politik SARA? Dalam politik, ya semua sah. Semuanya boleh diakomodir. Tinggal kitanya aja. Kembali ke masing-masing politisi-nya seperti apa," ujar Karolin dalam diskusi Kamisan bertema Perempuan dan Politik di DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, seperti diberitakan
kantorberitapemilu.com, Kamis (7/12).
Bupati Landak, Kalbar ini menambahkan, politik SARA bukan terjadi di negara-negara berkembang, negara maju seperti Amerika masih menggunakan strategi tersebut demi mencapai kemenangan.
Karolin memberikan contoh saat pemilihan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menggunakan politik SARA dan berujung pada kemenangan. Padahal, saat itu menurut Karolin, sosok Hilary Clinton, lawan politik Trump unggul di sejumlah bidang.
"Trump aja pakai isu itu (politik SARA) dan terpilih, lho. Padahal, (Hilary) Clinton sudah kuat, sudah leading, dan hampir saja Amerika punya presiden perempuan pertama. Ternyata, hanya dengan satu isu, somehow, menimbulkan, apa ya? Kegegeran dan ketakutan bersama, ditambah dengan aksi Jakarta, jadi deh Trump," tutur Bakal Calon Gubernur Kalbar itu.
Lebih lanjut, Karolin menghimbau masyarakat Indonesia tidak perlu berkecil hati jika politik SARA masih marak dilakukan oleh para politisi. Menurutnya dengan membuka mata atas segala bentuk politik SARA, masyarakat bisa mengoreksi siapa pemimpin yang dipilihnya nanti.
"Jadi kita tidak perlu berkecil hati. Menurut saya, kita memang mundur dari segi demokrasi. Jadi, kita mundur bersama. Karena kita merasa mundur, waktunya untuk mengevaluasi, supaya menjadi lebih baik," pungkas putri Gubernur Kalbar Cornelis tersebut.
[nes]