Pasalnya, upah yang diterima pekerja JICT sangat jauh dari di atas Upah Minimum Provinsi (UMP), bahkan bisa dikategorikan sebagai yang tertinggi di Indonesia. Namun begitu, mereka masih tidak puas. Hingga mengancam akan menggelar demo lantaran keinginannya tidak dituruti.
"Yang membuat kami kaget dan tak habis pikir dengan upah sebesar itu (cash dan non cash) mereka masih saja kurang dan bahkan akan mogok kerja 3 hingga10 Agustus karena kemauannya tak dituruti oleh perusahaan", kata Koordinator Gerakan Antimanipulasi (Geram) BUMN, Andianto kepada wartawan di Jakarta, Minggu (30/7).
Menurutnya, para pekerja JICT sudah mendapat bonus sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Namun masih saja menuntut tambahan bonus yang tidak pernah dijanjikan pihak perusahaan.
"Mereka selanjutnya menuntut kenaikan 100 persen lebih kesejahteraan pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan menuntut dana Program Tabungan Investasi (PTI) dicairkan padahal tak memenuhi syarat yang disepakati bersama," lanjutnya.
"Lebih baik mereka mengurungkan niatnya dan memberi kontribusi positif demi menjaga ekonomi nasional berjalan dengan optimal," tutupnya.
Lebih lanjut, Andianto mengungkapkan bahwa upah terendah untuk junior staff di JICT mencapai lebih dari Rp 35 juta per bulan. Sementara untuk level senior manager lebih fantastis lagi Rp 133 juta rupiah per bulan atau Rp 1,6 miliar per tahun di luar non cash.
"Selain data gaji yang sudah beredar luas, dapat dilihat juga pada demonstrasi para pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja JICT (SP JICT) ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 27 Juli 2017. Terlihat mobil mewah Alphard digunakan dan ditumpangi oleh beberapa anggotanya yang ikut berdemo. Terlihat pula ada beberapa pekerja yang menggunakan ponsel dan tas seharga belasan juta rupiah," jelasnya.
[ian]