"Kami kehilangan mata pencaharian. Kalau berlanjut seperti ini, anggap saja kami sudah mati!" tukas Ketua Paguyuban Pedagang Asongan Kereta Stasiun Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah, Tono Saryono, Minggu (9/6).
Kendati di beberapa stasiun masih boleh berjualan dari luar kereta, menurut Tono para pedagang tetap kesulitan menjual barang dagangannya. Sebab, kereta hanya berhenti sebentar.
"Kebanyakan kereta hanya berhenti sekitar dua sampai 5 menit. Hanya untuk bikin pecel saja waktunya habis," ujarnya.
Sebelum pelarangan berjualan di dalam kereta diberlakukan, dalam sehari Tono mengaku bisa mengantongi pendapatan bersih antara Rp 40 ribu hingga Rp 70 ribu per hari. Namun setelah pelarangan diberlakukan pendapatannya turun hingga hanya Rp 10 ribu per hari.
"Dengan uang sekecil itu kami mau makan apa?" tuturnya.
Akibat penurunan pendapatan yang sangat drastis ini, salah satu anak Tono terpaksa putus sekolah. Sedangkan anak lainnya yang masih duduk di bangku SLTP belum membayar uang bangunan.
"Sebagai orang tua sebenarnya kami malu. Tapi bagaimana lagi, sejak tahun lalu pendapatan kami memang sangat minim," katanya.
Tono meminta agar PTKAI membuat solusi alternatif lapangan kerja bila pelarangan berjualan di dalam kereta api ini diberlakukan. Sebab, sebagian besar pedagang asongan tidak memiliki tumpuan ekonomi lainnya selain berdagang di dalam kereta.
[rsn]
BERITA TERKAIT: