Sebab, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia awal tahun 2024, Kejaksaan dan Polri merupakan dua institusi penegak hukum dengan kinerja terbaik. Skor kepercayaan publik terhadap Kejaksaan mencapai 76,2 persen dan terhadap Polri 75,3 persen.
Sedangkan KPK menempati posisi lima dengan skor 70,3 persen, di bawah Mahkamah Konstitusi (MK) 70,8 persen dan Pengadilan 75,2 persen.
"Ada kecemburuan karena KPK tidak mampu menyaingi kinerja maupun prestasi Kejaksaan dan Polri dalam hal penegakan hukum," kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi dalam keterangannya, Rabu (3/7).
Sehingga, menurut Haidar, muncul upaya-upaya untuk mendiskreditkan sesama lembaga penegak hukum.
Menurut Haidar, pernyataan Alexander Marwata tidak baik untuk sinergitas dan soliditas lembaga penegak hukum. Apalagi, terdapat sejumlah personel terbaik Polri dan Kejaksaan yang ditugaskan di lingkungan KPK.
Padahal, sinergitas dan soliditas di antara mereka sangat diperlukan dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Kalau kemudian ada suatu kendala, lebih baik diselesaikan melalui komunikasi antar pimpinan Lembaga," kata Haidar.
Bukan malah melemparnya ke publik hingga memancing berbagai asumsi dan persepsi negatif yang dapat mendiskreditkan Polri dan Kejaksaan.
Masalah komunikasi, lanjut Haidar, justru ada di KPK. Bukan di Polri dan Kejaksaan seperti yang dituduhkan Alexander Marwata.
Buruknya komunikasi KPK juga terlihat dari pernyataan Alexander Marwata sebelumnya yang sesumbar soal penangkapan Harun Masiku dalam sepekan. Namun, hampir sebulan berlalu, ternyata tidak terbukti.
"Dewas KPK sebaiknya menegur agar pernyataan Alexander Marwata tidak terus jadi kontroversi di tengah minimnya prestasi," demikian Alwi.
BERITA TERKAIT: