Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai seharusnya semua pihak menghormati keputusan pengadilan.
Menurutnya, putusan sela Pengadilan Tipikor Jakarta merupakan bentuk tidak menghormati putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerima gugatan Edward tethadap penetapan tersangka dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Seharusnya sambung Boyamin, semua hakim satu suara dengan hakim ad hoc yang menghormati adanya putusan pra peradian.
"Semoga nanti putusan akhir majelis hakim juga akan menjadi putusan pra peradilan sebagai pertimbangan,†ujar Boyamin melalui pesan elektronik, Jumat (8/6).
Ia menambahkan jika putusan pra peradilan tidak menjadi pertimbangan hakim maka kedepannya akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi setiap orang yang ingin mencari keadilan.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Radhy Noviadi Yusuf, tim pengacara Edward Soeryadjaya.
Ia menilai baru kali ini seseorang yang bukan tersangka harus menghadapi persidangan dan diadili oleh hakim. Sementara putusan pra peradilan sama sekali diabaikan.
"Penegakan hukum mengalami masalah serius di era Nawacita,†jelas Radhy.
Ia menegaskan tidak pernah di era pemerintahan sebelumnya, proses hukum berjalan sebrutal ini.
"Dulu tak pernah ada putusan hakim yang diabaikan. Tidak pernah ada orang yang bukan tersangka harus diadili oleh hakim " ujarnya.
Sebelumnya, majelis hakim PN Tipikor Jakarta melanjutkan sidang korupsi dana pensiun PT Pertamina kendati Edward Soeryadjaya selaku terdakwa, sudah memenangkan sidang praperadilan beberapa pekan sebelumnya.
PN Tipikor untuk kali pertama membacakan dakwaan kepada Edward pada 16 Mei 2018. Pada 23 April sebelumnya, sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan memutuskan status tersangka Edward dalam kasus ini gugur demi hukum.
[nes]