Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin, jaksa KPK menilai Nofel terÂbukti menerima suap dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia dan PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah 104.500 dolar Singapura.
Suap itu terkait tender penÂgadaan satellite monitoring dan drone yang dimenangkan dua perusahaan Fahmi.
"Menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memeriksa perkaÂra ini memutuskan dan menyatakan terdakwa Nofel Hasan terbukti secara sah dan meyaÂkinkan bersalah melakukan tinÂdak pidana korupsisecara berÂsama-sama dengan Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo," kata Jaksa Kiki Ahmad.
Menurut jaksa, perbuatan Nofel memenuhi unsur dakwaanPasal 12 huruf B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.
Sebelum menjatuhkan tuntuÂtan, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, Nofel dinilai tidak mendukung program pemerinÂtah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari tinÂdak pidana korupsi.
Sedangkan hal yang meringankan Nofel bersikap sopan di persidangan, telah mengembalikan 104.500 dolar Singapura, belum pernah dihukum, serta mempunyai tanggungan keluarga.
Pada kesempatan ini, jaksa menyampaikan penolakan atas permohonan Nofel untuk menjadi
justice collabolator (JC) atau pelaku yang bekerja sama.
Usai persidangan, Jaksa Kiki mengungkapkan alasan KPK menolak permohonan JC Nofel. Kata dia, di persidangan terdakwa tidak mengungkap adanya keterlibatan pelaku lain yang lebih besar.
Pertimbangan lainnya, Nofel tak mengakui kesalahannya sejak awal. "Di awal kan beÂliau enggak ngaku. Ngakunya setelah ditetapkan sebagai terdakwa kan," katanya.
Di persidangan pun Nofel tetap membantah ikut memÂbantu membuka anggaran penÂgadaan drone yang diberi tanda bintang. Lantaran dibintangi, anggaran tak bisa dicairkan. Padahal, proyek itu sudah diatur agar digarap perusahaan Fahmi. ***
BERITA TERKAIT: