Hakim Suhartoyo: Putusan MK Inkonsisten Dengan Empat Putusan Sebelumnya Yang Akui Independensi KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 08 Februari 2018, 18:04 WIB
Hakim Suhartoyo: Putusan MK Inkonsisten Dengan Empat Putusan Sebelumnya Yang Akui Independensi KPK
rmol news logo Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi uji materi UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) terkait Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tak sesuai dengan empat putusan MK sebelumnya.

Diketahui, dari sembilan hakim konstitusi, hanya empat yang menerima gugatan tersebut. Mereka adalah Maria Farida, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna dan Suhartoyo. Sedangkan yang menolak adalah Arief Hidayat sendiri, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, Arswanto, dan Manahan MP Sitompul.

Dalam pembacaan pendapat berbeda alias dissenting opinion, Hakim Konstitusi Suhartoyo menegaskan, sebuah lembaga dikatakan independen dalam teori hukum tata negara bila, pertama, posisi independen tersebut dinyatakan secara tegas (eksplisit) dalam dasar hukum pembentukannya, baik yang diatur dalam konstitusi atau diatur dalam UU.

"Kedua, pengisian pimpinan lembaga bersangkutan tidak dilakukan oleh satu lembaga saja," imbuhnya, dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).

Yang ketiga, pemberhentian anggota lembaga independen hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam UU yang menjadi dasar pembentukan lembaga yang bersangkutan. Keempat, Presiden dibatasi untuk tidak bebas memutuskan (discretionary decision) pemberhentian pimpinan lembaga independen. Kelima, pimpinan bersifat kolektif dan masa jabatan para pemimpin tidak habis secara bersamaan, tetapi bergantian (staggered terms).

Nah, kata dia, apabila pandangan teoretik tersebut dikaitkan dengan posisi KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, semua elemen lembaga negara independen dipenuhi dalam UU 30/2002 tentang KPK.

Suhartoyo tampak menyesali penolakan yang dilakukan oleh MK. Sebab, secara hukum, MK telah berulangkali menyatakan independensi posisi KPK.

Di antaranya lewat, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tertanggal 19 Desember 2006; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-V/2007 tertanggal 13 November  2007; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37-39/PUU-VIII/2010 tertanggal 15 Oktober 2010; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011 tertanggal 20 Juni 2011.

Tak hanya itu, lanjut Suhartoyo, independensi posisi KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia juga dapat ditelisik dari belasan putusan MK yang lain. Misalnya, MK pernah memutuskan soal pembentukan lembaga seperti KPK dapat dianggap penting secara konstitusional (constitutionally important) dan keberadaan komisi-komisi negara semacam KPK telah merupakan suatu hal yang lazim.

Ia jelaskan, sifat kelembagaan KPK adalah sebagai lembaga penegakan hukum dalam bidang tindak pidana korupsi. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

KPK adalah lembaga negara independen yang diberi tugas dan wewenang khusus antara lain melaksanakan sebagian fungsi yang terkait dengan kekuasaan kehakiman untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan serta melakukan supervisi atas penanganan perkara-perkara korupsi yang dilakukan oleh institusi negara yang lain. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA