"Penyelidik tim KPK sudah memantau seluruh pergerakan oknum-oknum mafia tanah. Termasuk majelis hakim, panitera, dan Dirut PT. Usama Rahayu, karena tanah itu aset negara yang harus dipertahankan," ujar Febri kepada wartawan.
Saat ini tengah ada upaya banding yang dilakukan PT Usama Rahayu di Pengadilan Tinggi Bandung Jawa Barat dengan register perkara No. 86/Pdt/2017/PT.Bdg, menyusul sikap Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebagai Tergugat I yang menyampaikan pernyataan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat melalui Pengadilan Negeri Bekasi atas Putusan Nomor 414/Pdt.G/2014/PN.Bks, Tanggal 28 Februari 2016. Komposisi majelis hakim banding terdiri dari: Jafri Sitanggang, Saparudin, dan Satria Gumais, panitera pengganti Abdul Fatah.
Dalam penjelasan Hendry, PT. Usama Rahayu dengan mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 50 hektar di kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, kota Bekasi telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Kemhan RI, melalui Pengadilan Negeri Bekasi Perkara sesuai Putusan Nomor 414/Pdt.G/2014/PN.Bks, antara Anton R Hartono Dirut PT. Usama Rahayu melawan Pemerintah RI cq Menhan RI, Kepala Badan Pertanahan Nasional RI cq Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Bekasi, dan para ahli waris Alm. Bonih binti Liti.
Padahal, sejatinya menurut Hendry tanah obyek sengketa adalah milik Kemhan RI berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1 Tahun 1992 seluas 50 hektar tersebut atas nama Dephankam cq Ditjen Matfsjasa. Merupakan Barang Milik Negara (BMN) telah terdaftar dalam Inventaris Kekayaan Negara (IKN) Nomor: 20203077.
Melalui putusan Pengadilan Tinggi Bandung Jawa Barat, PT. Usama Rahayu tengah merancang materi putusan agar dapat djadikan landasan hukum untuk menerima ganti rugi tol Cimanggis-Cibitung sebesar Rp 242 miliar.
"PT. Usama Rahayu melakukan rekayasa seakan-akan belum menerima pembayaran dari Kemhan RI. Padahal sesuai bukti-bukti Kemhan RI sudah lunas membayar kewajibannya. Berturut-turut dari mulai pembayaran uang muka I sebesar Rp. 25 juta pada tanggal 20-2-1973, Rp 65 juta dibayarkan pada tanggal 27-02-1973, dan Rp. 3 milyar sebagai pelunasan pada 12 Mei 1999," papar Hendry.
Meskipun telah dibayar lunas PT. Usama Rahayu tetap menggugat Kemhan RI dengan dalih belum dibayar, dan berhasil mendapatkan kembali dokumen-dokumen asli atas bantuan oknum perwira TNI yang berdinas di Kemhan RI pada tahun 2000 untuk dipergunakan dalam pembuktian di pengadilan.
"Pada putusan PN Bekasi PT. Usama Rahayu berhasil memenangkan gugatan dengan tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diberikan Kemhan RI," imbuh Hendry.
[wid]