PT SPS Sambut Baik Terdakwa Wakil Korporasi Diganti

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 05 Juli 2014, 03:10 WIB
PT SPS Sambut Baik Terdakwa Wakil Korporasi Diganti
ilustrasi/net
rmol news logo Majelis hakim Pengadilan Meulaboh meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggantikan terdakwa Bambang Susetyono. Pasalnya, dia dianggap tidak berwenang mewakili perusahaan dalam perkara pidana PT. Surya Panen Subur (SPS) Nomor 54/Pid.sus/2014/PN MBO.

"Perkara ini tetap dilanjutkan setelah JPU memperbaiki surat dakwaan dengan menggantikan identitas terdakwa dari Bambang Susetyono kepada T. Asrul Hardiansyah yang mewakili PT. SPS," ujar Ketua Majelis Hakim Rahmawati S.H dalan sidang putusan sela yang digelar Jumat (4/7).

Di sidang sebelumnya, Bambang selaku terdakwa merasa keberatan karena ia tidak lagi menjabat sebagai direktur PT SPS. Bambang memang sempat diangkat menjadi direktur PT SPS pasca kejadian kebakaran di lahan PT SPS pada 2012, namun saat proses persidangan, Bambang sudah tidak menjabat sebagai direktur SPS.

Rivai Kusumanegara selaku kuasa hukum PT SPS menyambut baik putusan sela tersebut. Menurutnya, pengabulan agar wakil perseroan diganti oleh direksi aktif membuktikan bahwa penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Penuntut Umum telah error in persona dengan menetapkan direksi yang pensiun dua tahun silam menjadi wakil perseroan di mukas sidang.

"Jika ditetapkan sebelum forum eksepsi, maka PT. SPS sebagai perseroan bisa mengajukan eksepsi dalam mencermati dakwaan. Namun sekarang tidak bisa karena forum eksepsi tersebut sudah digunakan pribadi mantan direksi yang sebelumnya diajukan ke persidangan," ungkapnya.

Namun demikian, Rivai menghargai keputusan yang diambil Majelis Hakim sebagai jalan tengah kasus pembakaran lahan di Rawa Tripa Nanggroe Aceh Darussalam pada 2012 lalu.

Dengan demikian, PT. SPS tidak kehilangan hak membela diri karena wakilnya diperkenankan secara sah masuk dalam persidangan.

"Preseden ini kiranya menjadi perhatian semua pihak untuk segera merevisi KUHAP yang sudah tidak sesuai kebutuhan perkembangan hukum. Soal bagaimana penuntutan dan bentuk dakwaan tindak pidana korporasi belum diatur KUHAP yang dibuat lebih dari 30 tahun silam," jelas Rivai. [why]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA